Channel9.id – Jakarta. Pengamat Politik dan Keamanan Internasional Marsekal TNI (Purn) Muhammad Johansyah M.Eng; M.A menilai, penyampaian Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo di hadapan Pimpinan Pusat GP Anshor sangat provokatif.
“Dan merupakan kegagalan Pemerintah Amerika Serikat dan hampir seluruh pemikir realist Amerika Serikat dalam memberi tafsir situasi politik dan keamanan internasional (dunia) Pasca Perang Dingin (1989),” kata Johansyah dalam keterangan tertulis, Minggu (1/11).
Diketahui, usai bertemu Presiden Jokowi pada 29 Oktober 2020, Pompeo melakukan safari diplomasi dan berdialog dengan Ormas GP Anshor di Jakarta.
Dalam dialognya, Pompeo menyampaikan, “ancaman terbesar bagi masa depan kebebasan beragama adalah “Perang Partai Komunis China” terhadap umat beragama”.
Johansyah menyampaikan, Pemerintah Amerika Serikat gagal memberi tafsir situasi politik dan keamanan internasional (dunia) Pasca Perang Dingin (1989).
Johansyah menjelaskan, tafsir baru setelah Perang Dingin ditandai dengan : (1) Runtuhnya Tembok Berlin; (2) Penarikan pasukan Soviet di Teluk Tonkin Semenanjung Korea; (3) Penarikan Pasukan AS di Okinawa Jepang; (4) Penarikan Pasukan AS di Subic and Clark Philipina.
“Empat tanda-tanda tersebut gagal dibaca oleh Pompeo. Dilanjutkan dengan disposisi pasukan AS di Island Christmas sebelah Selatan Pulau Jawa pasca Perang Dingin yang mengakibatkan Amerika Serikat gagal bahkan kehilangan kendali terhadap situasi politik dan keamanan internasional di kawasan Pasifik Utara (Selat Malaka dan Laut China Selatan),” katanya.
Menurutnya, Pompeo melihat keamanan internasional khususnya di kawasan Pasifik dan kawasan dunia lainnya di luar pasifik dari perspektif militer berdasarkan keahliannya sebagai mantan militer dan direktur CIA.
“Pompeo tidak punya keahlian dalam Internasional Study, khususnya Soft Power yang manjadi andalan politik luar negeri Amerika Serikat,” ujarnya.
Baca juga: DPR Pastikan Tidak Ada Pembangunan Pangkalan Militer AS di Natuna
Di samping itu, dalam dialognya dengan Pimpinan Pusat GP Anshor, Pompeo menyebut Kepulauan Spratly di Kawasan Laut China Selatan.
Menurut Johansyah, Laut China Selatan merupakan kawasan perairan yang memanjang dari Barat Daya ke arah Timur Laut dengan luas perairan 4.000.000 Km2 dengan gugusan pulau-pulau besar: Paracel, Spratly, Pratas dan Macclesfield.
Meskipun Laut China Selatan menjadi sengketa kepemilikan beberapa negara di kawasan ASEAN (Brunei Darussalam, Malaysia, Philipina, Vietnam dan Taiwan), China berdasarkan bukti-bukti nyata telah mendominasi kepemilikan dan optimalisasi Laut China Selatan untuk pertahanan.
“Pesan yang dapat saya tangkap dari seluruh pembicaraan Pompeo dalam safari diplomasinya di Indonesia adalah : bahwa Amerika Serikat ingin mendapatkan tempat yang strategis di kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia untuk menempatkan pasukan-pasukannya menghadapi China,” ujarnya.
“Jokowi dengan tegas menolak, membangun aliansi pertahanan dengan negara manapun termasuk Amerika Serikat yang tidak sefaham dan bertentangan dengan politik luar negeri kita yang bebas aktif,” pungkasnya.
(HY)