Hot Topic Nasional

Pernyataan Lengkap PBNU soal Konflik di Pulau Rempang

Channel9.id – Jakarta. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merespons konflik agraria yang terjadi antara warga dengan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Sebagaimana diketahui, masyarakat Pulau Rempang akhir-akhir ini mendapat perhatian publik lantaran terlibat bentrok dengan aparat gabungan TNI-Polri. Masyarakat menolak proses pembebasan lahan yang dilakukan Badan Pengusahaan (BP) Batam karena tidak ingin meninggalkan tanah tempat tinggal mereka.

Hingga saat ini, diketahui ada 43 orang yang ditetapkan sebagai tersangka pada kericuhan yang terjadi pada 7 dan 11 September 2023.

Dalam konferensi pers yang digelar di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023), PBNU menegaskan konflik yang terjadi di rempang merupakan hasil dari kebijakan yang tidak parsipatoris. Sehingga, konflik seperti ini terus berulang.

PBNU mendesak pemerintah agar mengutamakan musyawarah dan menghindari pendekatan koersif. Sebab, dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung, PBNU telah membahas persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara.

PBNU berpandangan, tanah yang telah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses redistribusi lahan oleh pemerintah atau pengelolaan lahan, maka hukum pengambilalihan tanah itu oleh pemerintah adalah haram.

Hukum haram itu, menurut PBNU, jika pengambilalihan oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang. Meskipun demikian, pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil alih tanah rakyat dengan syarat sesuai ketentuan hukum perundang-undangan.

Lebih lanjut, berikut pernyataan lengkap PBNU soal konflik agraria di Pulau Rempang yang dilansir dari nu.or.id:

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memandang perlu menyampaikan pandangan dan sikap terkait persoalan Rempang-Galang, dengan terlebih dahulu perlu mengemukakan beberapa hal yang penting dan mendasar, sebagai berikut:

1. PBNU senantiasa menyimak dengan seksama, seraya terus mengawal derap langkah kehidupan kita bersama dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

2. PBNU berpegang teguh pada itikad baik dan nilai-nilai keutamaan, serta bersandar pada objektivitas, dalam menentukan pandangan, posisi, sikap dan perannya; dan

3. PBNU selalu mendorong berbagai pihak agar mengutamakan musyawarah (syura) dalam mencari jalan keluar bagi persoalan hidup bersama;

Selanjutnya, dalam menyikapi persoalan Rempang-Galang, PBNU menyampaikan pandangan sebagai berikut:

1. Dalam pandangan PBNU, pesoalan Rempang-Galang merupakan masalah yang terkait pemanfaatan lahan untuk proyek pembangunan. Persoalan semacam ini terus berulang akibat kebijakan yang tidak partisipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya. Hal ini kemudian diperparah oleh pola-pola komunikasi yang kurang baik, PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada Pemerintah agar mengutamakan musyawarah (syura) dan menghindarkan pendekatan koersif;

2. Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi’iyah pada Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama telah membahas persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara. PBNU berpandangant bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram. Namun demikian, PBNU perlu menegaskan kembali agar menjadi perhatian semua pihak bahwa hukum haram tersebut jika pengambilalihan tanah oleh pemerintah dilakukan dengan sewenang-wenang. Hasil Bathsul Masail tersebut tidak serta merta dapat dimaknai menghilangkan fungsi sosial dari tanah sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan konstitusi kita. Pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil-alih tanah rakyat dengan syarat pengambilalihan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan, dengan tujuan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, dan tentu harus menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik dan/atau pengelola lahan;

3. PBNU mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki pola-pola komunikasi dan segera menghadirkan solusi penyelesaian persoalan ini, dengan memastikan agar kelompok yang lemah (mustadh’afin) dipenuhi hak-haknya, serta diberikan afirmasi dan fasilitasi;

4. PBNU mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya proyek strategis nasional dan kemaslahatannya bagi masyarakat umum, serta memastikan tidak adanya perampasan hak-hak serta potensi kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan

5. PBNU selalu membersamai dan terus mengawal perjuangan rakyat untuk mendapatkan keadilan melalui cara-cara yang sesuai kaidah hukum dan konstitusi. Selanjutnya, PBNU juga mengimbau kepada masyarakat Rempang-Galang agar menenangkan diri dengan memperbanyak zikir serta taqarrub kepada Allah, serta tetap memelihara sikap husnudhon terhadap pemerintah dan aparat keamanan.

Baca juga: Soal Konflik di Rempang, PBNU Tegaskan Masyarakat Tidak Boleh Jadi Korban Investasi

Baca juga: Kapolri Sebut Bentrokan di Rempang Karena Sekelompok Warga Kuasai Lahan Milik BP Batam

Baca juga: Terancam Relokasi, Warga Desak Jokowi Hentikan Pembangunan di Pulau Rempang Batam

Semoga kita senantiasa mampu mengambil pelajaran demi kemajuan kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

والله الموفق الى اقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jakarta, 15 September 2023

KH Yahya Cholil Staquf
Ketua Umum PBNU

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =