Channel9.id – Jakarta. Ketua Dewan Pakar NasDem Peter F Gontha mengunggah curhatan Ilyas Subyakto terkait kualitas dan profesionalisme dokter di akun Facebook-nya pada Selasa (14/3/2023).
Curhatan tersebut sekaligus sebagai pesan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa tak sedikit masyarakat Indonesia yang lebih memilih rumah sakit di Malaysia.
Ilyas bercerita, sudah 7 kali keluarganya pernah mendapat gagal penanganan oleh dokter di Indonesia. Penanganan dokter di Indonesia tidak tuntas dan mesti diselesaikan di Penang, Malaysia.
Bahkan, ia menuturkan mayoritas pasien di rumah sakit di Malaysia berasal dari Indonesia. Rata-rata dari mereka beralasan karena penanganan dokter di Indonesia semena-mena sedangkan pasien harus membayar mahal.
Ilyas pun menceritakan kualitas dokter dan rumah sakit di Malaysia. Menurutnya, dokter di Malaysia hanya buka praktek pada satu rumah sakit saja. Rumah sakit di sana tidak jualan kamar dan obat. Mereka menawarkan obat dan pilihan beli di luar. Ia menyebut dokter-dokter di Malaysia sangat profesional dan humanis.
Maka dari itu, Ilyas meminta agar Presiden Jokowi membuat pertanyaan resmi via media sosial dan minta diisi secara jujur dan benar. Ia menjamin Presiden Jokowi akan mendapat informasi yang sama dengannya.
Ilyas juga mengkritik Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurutnya, organisasi itu hanya berperilaku bahwa dokter adalah masyarakat kelas satu.
Berikut adalah isi lengkap curhatan sekaligus surat Ilyas Subyakto kepada Presiden Jokowi:
Kepada Yth,*
*Presiden RI*
*Bpk. Ir. Djoko Widodo*
Di Indonesia.
Dengan hormat,
Membaca pemberitaan tentang devisa kita yang terbang 163 T dari kocek 2 juta manusia Indonesia yang senang berobat ke luar negeri khususnya Malaysia.
Dapat saya sampaikan beberapa hal kebetulan saya sejak 20 tahun yang lalu sudah selalu ke Penang untuk berobat. Alasannya :
1. Kami di keluarga pernah ada 7 kasus gagal penanganan di Indonesia.
Dari mulai kakak kami yg sakit jantung sampai lehernya di lubangi dan tak jelas apa tindakannya, akhirnya di selesaikan di Penang. Menyusul kakak kedua kasus sakit paru², solusinya ditemukan di Penang.
Istri saya kena serangan sakit pergelangan, diselesaikan di Penang karena beberapa kali berobat di Surabaya, hasilnya tak ada.
Cucu kami kena epilepsi 1 tahun berobat di Jakarta dgn obat yg hrs di makan 18 butir sehari, ternyata setelah di cek di Penang, semua hanya obat penenang. Di Penang di tangani prof. Hanifa, dikasi hanya sebutir obat selama 2 tahun, Alhamdulillah selesai.
Kakak ipar saya sakit perut hampir dipaksa dioperasi di Siantar, dan minta DP 25 juta, kami larikan ke Penang, hanya dikasi obat harga Rp. 500 ribu, selesai..!!
Kalau bapak mau liat sehari² ada RS yg full diisi 90% oleh orang Indonesia.
Island hospital, Adventist, dan Lam hoa’i.
Silakan tanya pasien dari Indonesia rata2 masalah penanganan dokter yg semena² dan harganya nyekek leher.
Saya pengidap diabet yg 3 tahun karena pandemi tidak ke Penang. Biasanya saya di kasi resep dgn biaya 800 ribu – 1 juta rupiah utk 1 bulan.
Selama saya di Surabaya saya coba ganti dokter dan obat saya semua di ganti, sekali ambil resep Rp. 4 juta, kalau beli di luar RS bisa dapat 2,5 – 3 juta. Sekarang online malah bisa 50%.
Yang parahnya, 3 bulan pertama ganti obat gula saya yg rata² 180 bisa melonjak ke 350 kreatin saya yg 1,20 naik menjadi 2,07. Dan HBA1c saya naik dari 7,6 menjadi 10,6. Ini parah, rah..
Hal yg sama kalau tidak salah pernah di sampaikan oleh Bpk LBP. Tapi semua percuma kalau hanya teriak. Intinya adalah:
1. Dr di Malaysia hanya praktek pada 1 RS. Dan tidak matere.
2. RS disana tidak jualan kamar dan obat. Mereka tawarkan obat dan pilihan beli di luar, ada apotik langganan orang Indonesia yg juga di rekom dokter.
3. RS tidak pernah mentarget pasien. Mereka sangat profesional dan humanis.
Menurut saya bapak tidak perlu survey kesana.
Suruh saja orang yg langganan berobat Penang dan RS lainnya tanyakan kepada mereka apa alasannya.
Bpk bisa buat pertanyaan resmi via medsos. Dan minta diisi secara jujur dan benar.
Saya jamin 1 Minggu bapak akan dapat informasi valid.
Yang lainnya Bpk juga hrs liat gaya Hedon para dokter Indonesia serta sll jadi salesman pabrik obat. Menurut saya kasi peringatan keras dan pindahkan ke Papua bagi yg tidak patuh terhadap kode etik dokter.
Jangan terlalu diserahkan ke IDI karena organisasi itu hanya ber prilaku bahwa dokter adalah masyarakat kelas satu.
Jadi kalau kita bandingkan dokter lebih tak bermoral kalau dia kaya dari duit orang sakit. Karuan pegawai pajak kaya, malak orang berduit walau hal itu tetap salah.
Ayolah Pak Presiden, Bapak hrs cepat bertindak. Kalau tidak devisa kita akan makin banyak nyeberang ke tetangga hanya karena di negerinya pasien dibuat tak berharga.
*Duit disikat, sakitnya gak diangkat.* *Akhirnya pasien yg sekarat..!!*
Dokter seperti ini yg mau di bilang bermartabat 😱😳
Merdekaaa…!! 🇮🇩
Ilyas Subyakto
Surabaya.
Cc: IDI
(Penguasa kesehatan).
Baca juga: Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Ini Perintah Presiden Jokowi ke Mendikbudristek dan Menkes
Baca juga: Jokowi Kesal! Indonesia Kehilangan Uang Rp165 Triliun, Ini Gara-Garanya
HT