Ekbis

Politikus NasDem: Biaya Produksi Tinggi, Indonesia Masih Butuh Impor

Channel9.id-Jakarta. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Martin Manurung, mengatakan Indonesia masih membutuhkan impor karena produk dalam negeri kurang kompetitif.

Hal itu ia sampaikan, saat menjadi narasumber dalam webinar yang diadakan Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) melalui aplikasi Zoom, Rabu (05/08).

Turut hadir sebagai narasumber, Direktur Impor Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, I Gusti Ketut Atawa, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI, Heru Pambudi, dan Dirjen ILMATE Kemenperin RI, Taufiek Bawazier.

Menurut Martin, Indonesia merupakan salah satu negara dengan biaya produksinya sangat tinggi. Hal itu bisa diukur dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang nilainya lebih dari enam.

“Artinya, untuk menghasilkan satu output dibutuhkan capital sebanyak enam kali lipat sehingga menambah biaya bagi produsen,” kata Legislator NasDem dari daerah pemilihan Sumatera Utara II itu.

Di masa pandemi Covid-19, paparnya, kebutuhan pasokan bahan baku yang utamanya berasal dari Asia Timur (China, Korea, Jepang) menghambat pergerakan produksi di negara raksasa manufaktur seperti Amerika dan Jerman.

Martin menuturkan, dampak Covid-19 membuat situasi ekonomi global yang tengah bergejolak turut mempengaruhi perdagangan internasional.

Disebutkannya, banyak negara mengalami penurunan pertumbuhan perdagangan internasional. Bahkan, pertumbuhan perdagangan global diprediksi turun menjadi 1,1% dari sebelumnya 3,6 persen di 2018.

Martin menyebutkan, Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja merupakan solusi terhadap situasi krisis yang saat ini ada di depan mata.

“RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang dirancang untuk menanggulangi krisis akibat pandemi Covid-19,” katanya.

Lebih lanjut Martin mengatakan, terkait perdagangan luar negeri terdapat dalam poin-poin RUU Cipta Kerja sebagai dorongan implementasi kebijakan penyelamatan ekonomi.

“RUU Cipta Kerja bertujuan untuk mengubah kewenangan mengatasi konflik peraturan perundang-undangan secara cepat, efektif, dan efisien; menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk menunjang iklim investasi, serta mempermudah pengurusan perizinan,” tukasnya.

IG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

32  +    =  39