Channel9.id – Jakarta. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyampaikan, banyak pelaku tindak pidana korupsi kini menggunakan instrumen seperti Bitcoin, criptocarensi, dan NFT sebagai alat pencucian uang.
“Dahulu, ketika awal pendirian PPATK, modusnya adalah misal orang dapat tindak pidana korupsi kemudian dicuci di rekening dia sendiri. Kemudian sekarang menggunakan jalur fintech, Bitcoin dan sebagainya itu yang disebut money laundering 4.0,” kata Ivan dikutip dari Radio Elshinta, Rabu 26 Januari 2022.
Menurut Ivan, modus operandi itu dilakukan untuk mengelabui aparat dalam menelusuri sumber dana itu berasal.
“Kita bahkan mengantisipasi money laundering 5.0. itu sudah menggunakan AI, dan segala macamnya sudah ada. Nah hasil tindak pidana korupsi itu salah satunya menggunakan instrumen-intstrumen keuangan yang komplikasi tadi. Karena mereka sangat sadar kalau beli mobil ketahuan, kalau beli rumah ketahuan, kalau masukin ke Bank ketahuan,” kata Ivan.
PPATK sendiri untuk mengantisipasi dan mengawasi adanya transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut, sudah memiliki sebuah sistem di mana data perbankan akan terkoneksi dengan data PPATK.
“Jadi beberapa kasus yang sudah ditemukan PPATK sudah masuk ke dalam wilayah Fintench. Di tahun 2020 saja, transaksi keuangan mencurigakan yang dilaporkan terkait dengan korupsi itu, hampir 4000 laporan tepatnya 3.949 laporan. Itu angkanya saja hampir Rp40 triliun,” ujar Ivan.
Di samping itu, PPATK memiliki sistem mekanisme pengawasan yang terintegrasi sehingga transaksi keuangan mencurigakan akan diketahui kemudian dilaporkan ke pihak terkait.
“Jadi PPATK punya database, Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu (SIPESAT) disebutnya, jadi itu sistem untuk menyimpan seluruh data nasabah di Indonesia, jadi semua ada di PPATK. Kalau ditotal dengan data base kita sudah lebih dari Rp1 Miliar data. Jadi pembukaan rekening di mana saja, dilaporkan ke PPATK. Laporan itu kemudian PPATK melakukan penelusuran berdasarkan database yang ada, nanti sistemnya akan mencari sesuai dengan parameter yang ada, mana yang harus lebih didahulukan, bisa diduluankan, atas dasar itu kita analitis, kemudian kita lakukan pemeriksaan,” ujarnya.
“Kalau kemudian PPATK menemukan ada dugaan tindak pidana maka PPATK akan sampaikan itu kepada aparat penegak hukum, bisa ke KPK, bisa ke Dirjen Pajak, Kepolisian, dan Kejagung,” lanjutnya.
Selain itu, PPATK juga berkomitmen memberantas tindak pidana korupsi. Bersama aparat penegak hukum seperti KPK, PPATK kerap membantu menguak kasus korupsi.
“Dalam beberapa modus yang terjadi, khususnya yang Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu, banyak yang bentuknya tunai. Jadi mereka tarik tunai, kita amati rekeningnya apa, sumbernya dari mana, teman-teman KPK di lapangan melakukan penelusuran mengikuti target,” ujarnya.
HY