Channel9.id – Jakarta. Ratusan warga melaporkan investasi bodong 212 Mart ke Polresta Samarinda, Kalimantan Timur.
Para pelapor mendatangi Mapolresta karena merasa ditipu pengurus Koperasi 212 Samarinda, setelah mengundang investasi untuk mendirikan pusat perbelanjaan 212 Mart. Nilai investasi tiap warga beragam, mulai dari Rp 500.000 sampai dengan Rp 20 juta rupiah.
Kondisi itu disesali Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono. Menurut dia, mereka bagian dari masyarakat konsumen yang tergiur iming-iming dan hadiah dalam berinvestasi yang dimanfaatkan pelaku usaha nakal.
“Di sinilah pentingnya konsumen cerdas, yang selalu menerapkan prinsip-prinsip ketelitian. Apalagi era digitalisasi memaksa setiap orang sebagai bagian dari masyarakat konsumen, yang bertransaksi perdagangan hingga perbankan dan investasi, wajib kritis dan cerdas,” ujar Veri Anggrijono saat dikonfirmasi Media, Senin (3/5) dikutip Klikanggaran.com.
Kecerdasan dimaksud Dirjen Veri yaitu selalu melakukan recek terkait barang yang ditransaksikan, legalitas pengelola hingga track recordnya. Termasuk sewaktu bertransaksi investasi dan perdagangan lainnya.
Terungkapnya kasus itu berawal sewaktu gaji karyawan tidak dibayarkan beberapa bulan, dan tidak dibayarkannya hasil penjualan makanan titipan UMKM.
Disusul tutupnya satu persatu dari tiga gerai toko 212 Mart di Jalan AW Syahranie pada 2018, di Jalan Gerilya, dan Jalan Bengkuring pada 2019, dari total nilai investasi nasabah Rp 2,025 milyar.
Ketidakberesan pengelola PN (Ketua), RJ (Wakil Ketua), HBH (Bendahara), MY, JI, dan MR, itu sebenarnya mulai mencurigakan ketika HBH menawari PT Kelontongku Mulia Bersama miliknya sebagai legalitas setelah terungkap Koperasi Syariah Sahabat Muslim Samarinda sebagai wadah pengumpulan dana diketahui tanpa legalitas.
Belakangan diduga tidak ada perjanjian atau surat kerjasama antara Koperasi Samarinda dan PT Kelontongku, menyusul HBH pengelola penuh gerai toko 212 Mart Samarinda.
Modus 212 Mart Samarinda, seperti diberitakan, serupa dengan kasus yang terjadi pada 2011 dengan Koperasi Langit Biru di Tangerang Selatan. Kasua itu merugikan seratusan ribu orang senilai Rp 6 trilyun disusul Koperasi Pandawa di Kota Depok, dengan 569.000 korban senilai Rp 3 trilyun, juga Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebesar Rp 3,2 trilyun, hingga tahun 2020 dialami KSP Indosurya yang tidak mampu mengembalikan dana 16.749 ‘nasabah’ senilai Rp14 trilyun.
IG