Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) bersama Vox Point mengadakan diskusi Catatan Akhir Tahun Pendidikan 2020 via zoom, Minggu 27 Desember 2020.
Kabid Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri mengungkapkan, pihaknya mencatat ada 3 point permasalahan pendidikan tahun ini yang perlu dikaji ulang oleh pemerintah pusat. Ketiga point itu yakni kebijakan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang sering juga disebut Asesmen Nasional (AN), Transformasi Digital, dan masalah Guru Honorer.
Menurut Iman, pemerintah tidak memiliki tujuan yang jelas dalam menerapkan kebijakan AN untuk siswa. Sebab, AN ternyata belum memiliki naskah akademik dan belum memiliki kekuatan yuridis seperti adanya Permendikbud. “AN hanya punya power pointnya saja,” kata Iman.
Di samping itu, kebijakan AN dirasa memberatkan bagi siswa di masa pandemi Covid-19. Selama ini, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan siswa, tidak bisa diharapkan menghasilkan pembelajaran yang sempurna. Otomatis, ketidaksempurnaan itu mempengaruhi hasil dari AN para siswa.
Bukan hanya itu, PJJ di masa pandemi ikut memberikan beban psikologis bagi siswa, guru, maupub orang tua. Menurut Iman, dalam masyarakat modern saat ini, orang tua akan kesulitan untuk berbagi waktu antara pekerjaan dan mengawasi pendidikan anak.
“Tentu juga menambah beban psikologis siswa, guru, dan orang tua. Siswa kebanyakan tugas, orang tua juga harus tugas rumah atau pekerjaan lain,” kata Iman.
Di sisi lain, AN semakin membuka praktik komersialisasi di bidang pendidikan. Menurut Iman, meski pemerintah kerap menyosialisasikan AN, masih banyak siswa dan guru yang belum paham informasi terkait kebijakan pengganti Ujian Nasional ini. Alhasil, hal itu membuka peluang maraknnya penjualan produk-produk buku seperti ‘Jurus Jitu Lulus Asesmen Nasional’.
“Selain itu, masih di ranah komersialisasi, AN mensyaratkan sekolah memiliki perangkat digital. Ini akan membuat kesenjangan digital semakin tinggi. Kita punya masalah listrik dan sinyal yang belum selesai juga,” ujar Iman.
Karena itu, P2G mendesak pemerintah untuk menunda penyelenggaraan AN demi kebaikan siswa.
“Kami meminta AN ditunda. Ini demi kebaikan siswa di masa pandemi. Karena ada beban psikologis, ada potensi komersialisasi yang muncul karena kekurangan informasi. Seandainya lengkap tidak akan ada komersialisasi merek edukasi,” kata Iman
Transformasi Digital
Di ruang lingkup transformasi digital, Kemendikbud meluncurkan akun pembelajaran bernama belajar.id. Akun tersebut memungkinkan siswa dan guru mendapatkan akses ke layanan pendidikan secara elektronik. Namun, untuk memanfaatkan akun tersebut dibutuhkan infrastruktur penunjang digitalisasi, seperti aplikasi pengolah data.
Iman menilai, kebijakan ini sama dengan masalah kesenjangan perangkat digital yang dimiliki banyak sekolah. Menurutnya, masih banyak sekolah yang belum memiliki infrastruktur digital untuk mengolah data.
Apalagi, Learning Website Management Kemendikbud tidak dipakai maksimal oleh guru-guru. Banyak guru masih menggunakan geogle Classroom untuk proses pembelajaran.
“Karena itu, Infrastruktur dasar perlu dibangun dahulu seperti listrik, sinyal, dan perangkat digital. Kalau infrastruktur belum dibangun lalu sasarannya untuk siapa? Apakah untuk siswa dan sekolah di kota-kota besar saja?atau hanya mereka yang punya akses internet?” tanya Iman.
“Ini akhirnya berpotensi membuka ruang komersialisasi pendidikan. Padahal, tujuan transformasi digital harusnya memperluas akses dan kesempatan bagi masyarakat yang kesulitan memperoleh pendidikan,” lanjut Iman.
Guru Honorer
Terkait hal ini, Iman menilai, masalah guru sejak zaman kolonial Belanda hingga saat ini masih sama yakni soal kesejahteraan. Karena itu, pihaknya mendesak pemerintah pusat terutama Kemendikbud, Kemenag, dan Kemendagri membuat SKB Tiga Menteri guna menetapkan Standar Upah Minimum untuk Guru Honorer di daerah, termasuk guru swasta.
Di samping itu, P2G meminta agar guru yang sudah lulus guru PPPK juga bisa ikut seleksi guru PNS.
“Selain itu seleksi guru PPPK harus mempertimbangkan masa mengabdi dan mempertimbangkan guru honorer yang memiliki sertifikasi,” kata Iman.
Dengan adanya ketiga masalah itu, P2G meminta pemerintah pusat segera memperbaiki dan mengkaji ulang kebijakan-kebijakan pendidikan supaya tujuan pendidikan nasional Indonesia berjalan dengan semestinya.
(HY)