Opini

Residu Peluncuran Buku Semangat Hidup dan Pasrah Kepada Tuhan; Memoar William Soeryadjaya

Oleh: Rudi Andries*

Channel9.id-Jakarta. Peluncuran buku tersebut diwarnai narasi manuskrip asli telah berumur lebih dari 30an tahun yang ditulis penulis beken Ramadhan KH hasil wawancara dengan William Soeryadjaya. Kedua tokoh ini sudah lama mendahului kita semua. Namun karyanya tersimpan rapi dan diamanatkan kepada putra almarhum yaitu Gilang Ramadhan untuk suatu waktu dibukukan untuk menjadikan inspirasi positif bagi generasi mendatang.

Pada Rabu, 12 Juni 2024 bertempat di Gedung Theatre Jakarta Taman Ismail Marzuki buku tersebut yang isinya diawali dengan kata pengantar Presiden Joko Widodo yang intinya berisi kekaguman beliau atas karya dan semangat Om William serta imbauan bagi generasi muda untuk menjadikan sebuah inspirasi positif. Peluncuran buku diawali tontonan teatrikal pendek visualisasi perbincangan William dan Ramadhan ketika proses pembuatan naskah tersebut.

Buku ini sangat menarik bagi banyak kalangan bisnis khususnya yang sekarang berusia diatas 60an tahun, dan tentu saja para peneliti dan jurnalis. Catatan Akhir buku ini bab Kasih Tanpa Batas: The Untold Story yang dibuat Metta Dharmasaputra pada halaman 433-487 (54 halaman), dia berusaha memberikan penjelasan tentang keterangan Om William pada Bab I buku tersebut. Katanya, hanya 50 persen yang bisa ditulis di Catatan Akhir tersebut.

Tak semuanya bisa diungkapkan. Mengapa? Pada perspektif dan poin apa? Namun jika kita baca tulisan Metta pada 54 halaman tersebut, terkesan dia sedang membuat “framing” terhadap testimoni Om William, atau semacam pemaknaan terhadap fakta-fakta yang diungkapkan. Mengapa pemaknaan? Karena apa yang diungkap Om William kepada Ramadhan dalam Bab I hanya bisa membuat dugaan-dugaan tentang kisah di balik peristiwa tersebut.

Misalnya tentang posisi dan peran Sofjan, Jansen, dan Teddy. Begitu juga tentang resistensi Rini Suwandi dan internal manajemen Astra. Nah, pemaknaan yang dibuat Metta ini menekankan tentang aspek perbedaan pendapat di dalam keluarga, kondisi perubahan ekonomi, dan masalah mismanajemen. Juga tentang bantahan kemungkinan adanya aspek politik maupun kemungkinan hostile take over. Pada titik ini, kita butuh penjelasan dari Edward Soeryadjaya atau Judith Soeryadjaya.

Dari membaca buku tersebut persoalannya memang kompleks. Lingkaran pertama adalah keluarga. Di situ ada Om William dan istri, lalu Edward dan Edwin, juga Joice dan Judith. Di lingkar kedua ada para taipan yang menjadi teman sekaligus kompetitor bisnis, seperti Om Liem, Sofjan Wanandi, Prajogo Pangestu, Usman Armadja, dan lain-lain. Gambaran jelasnya terlihat dari nama-nama pembeli saham Astra. Lingkaran ketiga ada keluarga Cendana, yang butuh penjelasan jernih adatidaknya kaitan mereka. Lingkaran keempat, yang berada di ring paling luar dan bersentuhan karena coba ditarik Om William adalah Sumitro dan Hashim Djojohadikusumo.

Berikutnya adalah ihwal tight money policy, perubahan lingkungan politik, dan manajemen bisnis. Kisah tentang kasus Summa dan Astra masih belum usai. Bahkan kisah ini menarik diangkat dalam sebuah miniseri film.

Baca juga: Memoar Seorang Teladan: William Soeryadjaya

*RA_Lapeksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

82  +    =  84