Channel9.id-Jakarta. Sejumlah tokoh dan aktivis mengecam keras peristiwa kekerasan yang terjadi pada akhir pekan lalu itu. Dalam rilis yang diterima Channel9.id, Senin, (10/08), sebanyak dua puluh tokoh dan aktivis membubuhkan tandatangan dan mengeluarkan penyataan sikap.
Mereka diantaranya Ray Rangkuti, Omi Komaria Madjid, Prof. Musdah Mulia, Jeirry Sumampow, Alida Astarsis, Sulhan Askandar, Jojo Rohi, Ari Nurcahyo, August Mellaz, dan Fachrurozi Majid.
Selanjutnya Adinda Tenriangke Muchtar, Indah Ariani, Junaidi Simun, Latri M. Margono, Rasyid Nasution, Muh. Ikhsan AR, S. Rubaida, Aulia Akualani, Adinda Bunga Syafina, dan Alamsyah M. Dja’far.
Kekerasan terhadap satu keluarga yang dilakukan oleh sekelompok massa yang terjadi pada Sabtu (08/08) di Solo, telah mengakibatkan tiga orang terluka. Tak hanya itu, massa juga merusak kendaraan dari pihak keluarga korban.
Kejadian yang berawal dari perbedaan pandangan dalam keyakinan memang bukan hal yang pertama kali terjadi. Meski berulangkali para elit bangsa selalu menyerukan negara tidak boleh kalah oleh perusuh dan pengganggu intoleran, tetap saja peristiwa tersebut masih sering ditemukan di negeri ini.
Berikut isi lengkap rilis tersebut:
Sabtu, tanggal 8 Agustus 2020 kemarin, terjadi kekerasan atas satu keluarga yang dilakukan oleh sekelompok massa. Dinyatakan terdapat 3 orang dari keluarga yang dimaksud mengalami luka-luka. Di samping kerusakan material lain, seperti mobil dan lain sebagainya.
Tentu saja, ini bukan kali pertama kekerasan atas dasar perbedaan keyakinan terjadi. Bahkan telah berulang kali. Meski, saat yang sama, juga telah berulangkali para elit bangsa selalu menggaungkan bahwa negara tidak boleh kalah dari para perusuh dan pengganggu toleransi bangsa. Kenyataannya, kekerasan atas dasar keyakinan terus berulang. Dan sikap negara juga terlihat ‘santai’ menghadapinya. Khususnya yang terjadi di Solo, Sabtu malam kemarin.
Oleh karena itu, kami sebagai masyarakat Indonesia menyatakan sikap, sebagai berikut;
- Menyatakan mengecam keras pelaku kekerasan atas dasar perbedaan keyakinan yang terjadi di Solo pada Sabtu tanggal 8 Agustus kemarin. Keyakinan apapun, tidak boleh jadi dasar bagi warga negara untuk melakukan kekerasan, atau mengambil tindakan perusakan, dan juga ancaman atau intimidasi. Selama keyakinan yang dimaksud tidak dinyatakan bertentangan dengan Pancasila atau konstitusi negara, maka keyakinan itu memiliki hak hidup di negara kita. Bahkan pada keyakinan yang bertentangan dengan Pancasila atau konstitusi kita sekalipun, tidak diperkenankan adanya tindakan kekerasan atas mereka.
- Maka atas dasar itu, kami sangat menyesalkan sikap dan tindakan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini. Dalam berbagai berita disebutkan bahwa saat kejadian dimaksud, petugas dari aparat penegak hukum berada di lapangan. Tapi, entah kenapa kejadian kekerasan seperti ini tetap dapat terjadi bahkan di hadapan petugas keamanan sekalipun.
- Dan lebih mengecewakan adalah sudah lebih dari 24 jam peristiwa dimaksud berlalu, belum ada terdengar langkah aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan penegakan hukum. Padahal, kasus kekerasan ini terjadi di hadapan aparat penegak hukum. Maka sangat mengecewakan setelah lebih dari 24 jam, tak terdengar adanya upaya penegakan hukum atas peristiwa ini.
- Oleh karena itulah, kami mendesak agar Kapolda Jawa Tengah dan Kapolres Surakarta segera melakukan proses penegakan hukum terhadap siapapun yang melakukan kekerasan karena perbedaan keyakinan tersebut. Aparat penegak hukum harus memastikan bahwa prinsip negara kita yang menjamin bahwa semua warga negara sama di mata hukum, bebas untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan keyakinan masing-masing harus berdiri tegak. Ia tidak boleh dikurangi, ataupun dicurangi. Karena itulah salah satu prinsip penting dalam negara kita yang dijamin secara konstitusional.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Atas perhatian dan tanggapannya, kami ucapkan terima kasih.