Nasional

SETARA: Pembentukan Tim PAHAM Hanya Proyek Mempertebal Impunitas

Channel9.id – Jakarta. Presiden Ri Jokowi menyampaikan, pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim -PAHAM), merupakan salah satu upaya melakukan penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu. Hal itu disampaikan dalam Pidato Kenegaraan Presiden RI pada Sidang Tahunan MPR tanggal 16 Agustus 2022,

Namun, ternyata sejumlah anggota tim PAHAM adalah sosok bermasalah terkait pelanggaran HAM masa lalu.

SETARA Institute menilai, pembentukan Tim PAHAM hanyalah proyek mempertebal impunitas dan pemutihan pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas diselesaikan oleh negara.

Baca juga: Komnas HAM Sikapi Perpres Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

“Langkah pemerintah membuktikan bahwa Jokowi tidak mampu (unable) dan tidak mau (unwilling) menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, bahkan yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM. Alih-alih merangkai kepingan fakta dan informasi untuk mengakselerasi mekanisme yudisial yang selama ini menjadi perintah UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, Jokowi justru menutup rapat tuntutan publik dan harapan korban akan kebenaran dan keadilan,” kata Ketua SETARA Institute, Hendardi, Selasa 16 Agustus 2022.

Menurut Setara, daya rusak Tim PAHAM ini akan berdampak luar biasa pada upaya pencarian keadilan karena tidak diberi mandat pencarian kebenaran untuk memenuhi hak korban dan publik (right to the truth) sebagai dasar kelayakan apakah suatu peristiwa bisa dibawa ke proses pengadilan HAM atau direkomendasikan diselesaikan melalui jalur non yudisial.

“Karena pilihan non yudisial telah ditetapkan, maka Presiden Jokwi sejatinya mengingkari mandat UU 26/2000, yang menegaskan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 bisa juga diadili melalui Pengadilan HAM Ad Hoc,” ujarnya.

SETARA membayangkan, segera setelah Tim PAHAM menyelesaikan tugasnya, maka Jokowi akan mengklaim bahwa semua pelanggaran HAM telah diselesaikannya.

“Jokowi bukan tidak paham alur penyelesaian pelanggaran HAM, tetapi nyata bahwa Keppres ini bagian dari persekongkolan berbagai pihak untuk mencetak prestasi absurd bagi Jokowi, pemutihan bagi yang selama ini diduga terlibat pelanggaran HAM, dan bahkan bagi para pejabat dan lingkaran kekuasaan yang selama ini tersandung tuduhan pelanggaran HAM, sehingga terus menerus gagal dalam pencapresan,” katanya.

Menurut Hendardi, mekanisme non-yudisial ini bentuk pengampunan massal dan cuci tangan negara serta melembagakan impunitas semakin kukuh dan permanen.

Negara seharusnya membuka kembali persetujuan yang dibuatnya sendiri terkait rekomendasi Universal Periodic Review PBB, 2017 untuk menguatkan komitmen dan meneruskan usaha melawan impunitas. Langkah aktual yang dipilih pemerintah justru vice versa atau berkebalikan dengan komitmen negara terhadap dunia internasional.

Selain itu, argumen bahwa Keppres ini tidak akan menutup peluang penyelesaian melalui jalur yudisial, hanyalah retorika sejenak yang secara politik adalah hiburan bagi korban. Di tengah konfigurasi kekuasaan yang tidak memiliki perhatian pada penghormatan, pemajuan dan perlindungan HAM, tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM di masa yang akan datang akan semakin kehilangan dukungan politik.

“Secara ringkas, Tim PAHAM hanyalah panitia yang dibentuk Jokowi untuk memberikan santunan kepada korban yang ditujukan untuk pembungkaman atas  tuntutan dan aspirasi korban. Padahal dalam hukum HAM internasional dan konsep transitional justice bukan hanya right to reparation (hak atas pemulihan) yang harus dipenuhi tetapi _right to truth (hak atas kebenaran), right to justice (hak atas keadilan) dan guarantees of non-repetition (jaminan ketidakberulangan),” ujarnya.

“Keppres yang diterbitkan sehari sebelum Hari Kemerdekaan RI ini bukan hanya harus ditolak tetapi harus dipersoalkan secara hukum dan politik. Alih-alih memberikan kebahagiaan di Hari Merdeka, Jokowi justru mengubur aspirasi dan harapan korban untuk tidak pernah bisa merdeka dari impunitas dan ketidakadilan,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7  +  2  =