Hukum

Sidang Eks Kapolres Ngada Diwarnai Demo Aktivis Perempuan, Protes Perlakuan Istimewa di Rutan

Channel9.id – Jakarta. Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja menjalani sidang sebagai terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak di Pengadilan Negeri (PN) Kupang hari ini, Senin (7/7/2025). Sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau eksepsi ini diwarnai aksi unjuk rasa dari kelompok aktivis perempuan.

Dalam orasinya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perempuan yang menamakan dirinya Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (Sakshinor) menuntut agar AKBP Fajar dihukum berat oleh hakim. Mereka menyatakan keprihatinan atas berbagai kejanggalan dalam proses hukum terhadap AKBP Fajar.

“Kami menyoroti berbagai bentuk ketidakadilan, dari dugaan impunitas kasus narkoba hingga perlakuan istimewa di rutan. Ini bukan hanya soal hukum, tetapi menyangkut keadilan bagi korban,” ujar narahubung Sakshinor, Ridho, dikutip dari Tempo, Senin.

Sakshinor menyerukan agar proses hukum terhadap eks kapolres Ngada itu tidak menambah luka baru bagi para korban.

“Mari kita pastikan proses hukum ini berpihak pada korban dan tidak tunduk pada kekuasaan,” kata Ridho.

Massa aksi yang berunjuk rasa di depan PN Kupang ini bahkan sempat menghadang mobil tahanan yang membawa AKBP Fajar. Namun aparat meminta agar massa untuk membuka jalan sehingga mobil tahanan bisa masuk ke dalam halaman kantor PN Kupang.

Dalam sidang hari ini, AKBP Fajar tiba di PN Kelas IA Kupang sekitar pukul 09.10 Wita dengan pengawalan ketat polisi. Ia hadir menggunakan baju kemeja putih lengan panjang dengan celana bahan hitam dengan tangan terborgol.

Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim A. A. GD. Agung Parnata dengan dua hakim anggota yakni Putu Dima Indra dan Sisera Semida Naomi Nenohayfeto berlangsung tertutup dan tidak boleh diliput media.

Usai menjalani sidang, AKBP Fajar dibawa ke rumah tahanan negara.

Adapun AKBP Fajar selaku Kapolres Ngada diduga terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. Fajar juga diduga terlibat kasus penyalahgunaan narkoba karena dari hasil tes urine di Divisi Propam Mabes Polri dinyatakan positif.

Kasus kekerasan seksual ini pertama kali diungkap Kepolisian Federal Australia (AFP) setelah mendapati dugaan video kekerasan seksual melibatkan anak di bawah umur beredar di situs porno asing darkweb. AFP kemudian melaporkan temuan tersebut ke Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan diteruskan ke Polda NTT.

Dari hasil penyelidikan Ditreskrimum Polda NTT, terungkap pula bahwa dugaan kekerasan seksual yang dilakukan AKBP Fajar terhadap anak berusia 6 tahun terjadi pada 11 Juni 2024 lalu di sebuah hotel di Kupang.

Anak berusia 6 tahun itu dibawa oleh seorang perempuan berinisial SHDR alias Stefani alias Fani atau F, berusia 20 tahun.

Saat melakukan pencabulan, AKBP Fajar juga merekam video menggunakan ponselnya dan video tersebut diunggah ke situs porno asing. Dari jasa membawa anak berusia 6 tahun kepada AKBP Fajar, perempuan F mendapat imbalan sebesar Rp3 juta. F pun telah ditetapkan sebagai tersangka bersama AKBP Fajar.

Dalam putusan etik oleh Komisi Kode Etik Polri, perwira menengah Polri itu dipecat dari dinas kepolisian atau divonis Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH). Atas putusan pemecatan tersebut, AKBP Fajar kemudian mengajukan banding, namun bandingnya ditolak.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1  +  1  =