Channel9.id-Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa seluruh obat sirup di Indonesia tak boleh menggunakan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Ini merupakan salah satu syarat izin edar, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi dari BPOM, Rabu (19/10).
Meski begitu, EG dan DEG bisa ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol—yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan. Mengenai hal ini, BPOM menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan itu “sesuai standard internasional.”
Di samping itu, BPOM juga meminta seluruh industri farmasi untuk melaporkan efek samping akibat penggunaan obat. Hal ini diharapkan bisa mencegah dampak yang tak diinginkan.
BPOM pun sudah melakukan uji sampling secara bertahap pada obat sirup yang berisiko tercemar EG dan DEG. Perihal hasilnya, masih diperlukan kajian lebih lanjut “untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi,” ujar BPOM.
Selain itu, BPOM mendorong industri farmasi yang punya obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG untuk melaporkan hasil pengujian mandiri mereka. Sebab ini termasuk tanggung jawab pelaku usaha. Jika diperlukan industri farmasi bisa melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku.
Lebih lanjut, BPOM akan memberi sanki kepada produsen bila produk obat memiliki cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas. Sanksi akan segera dijatuhkan, termasuk “sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar,” pungkas BPOM.
Sebelumnya, BPOM menekankan bahwa obat sirup yang beredar di Gambia—yang menjadi penyebab 70 kasus gagal ginjal akut pada anak—tak beredar di Indonesia. Obat ini didapati mengandung EG dan DEG dalam kadar melewati batas wajar.