Hot Topic Nasional

Soal Tersus LNG Denpasar, Sebaiknya Terintegrasi Dengan Penataan Kawasan

Channel9.id – Jakarta. Bali sebagai salah satu destinasi wisata utama di Indonesia memang memerlukan energi bersih. Lantaran berdampak sangat besar  bagi perkembangan pariwisata di Bali dan sejalan dengan trend global yang mengarah kepada eco tourisme. Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Energi dari Center For Energy Policy, M. Kholied Syeirazi.

Menurut Kholied penggunaan energi bersih oleh PLN di daerah wisata seperti Bali berdampak sangat besar karena bisa digunakan untuk kampanye menarik para turis dan wisatawan. “Kampanye energi yang  ramah lingkungan sudah menjadi trend global dari negara-negara maju,” jelasnya kepada media di Jakarta, 11/05/2023.

Karena itu keberadaan PLTG di Pesanggaran, bisa mendukung energi bersih yang ramah lingkungan di Bali. Penggunaan energi bersih ini bahkan bisa djual untuk  mendapatkan “insentif”, lantaran bisa mengurangi pengeluaran karbon sekian ton dan hal tersebut  bisa di materialkan menjadi keuntungan ekonomi. Hanya saja memang harus dilakukan secara bertahap, tidak langsung sekaligus.” Namun yang jelas energi bersih akan memberikan manfaat secara luas bagi pariwata dan masyarakat Bali,” ujarnya.

Kalangan pengamat dan juga stakeholder utama baik di Pemprov Bali dan Pusat sudah sepakat bahwa Bali membutuhkan energi bersih. Namun demikian tarik ulur, pembangunan terminal khusus LNG Denpasar, yang akan menyuplai gas untuk pembangkit listrik di Pesanggaran masih terus terjadi. Lantaran masih mempertimbangkan berbagai kepentingan.

PLN sendiri masih belum menentukan sikap, proposal mana yang akan diterima, apakah dari PT Dewata Energi Bersih (PT DEB) ataupun dari Pelindo. Pelindo saat ini sudah mengelola terminal eksisting yang berada di lokasi pelabuhan. Keberadaan Terminal ini hanya menguntungkan Pelindo, namun tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat sekitarnya dan pemprov Bali.

Usulan dari Kemenko Marves, Luhut B. Panjaitan untuk lokasi Tersus LNG sejauh 4 km dari bibir pantai, masih terus dibahas dengan memperhatikan berbagai aspek, baik keselamatan pelayaran, maupun kajian lingkungan dan keamanan. Sebelumnya PT DEB menawarkan, lokasi terminal khusus LNG berada sejauh 500 Meter dari bibir pantai, lokasi ini dianggap paling ideal karena tidak mengganggu lingkungan serta terintegrasi dengan penataan kawasan.

Sedangkan Pelindo sendiri menawarkan Tersus LNG yang berada di kawasan Pelabuhan Benoa. Namun rencana tersebut banyak dikritik, lantaran  Pelabuhan Benoa tidak layak untuk menjadi Tersus LNG. Mengingat kondisi pelabuhan yang sudah terlalu sibuk, Carrier LNG tidak bisa langsung masuk dan sulit bermanuver karena sempit.  Selain itu jika dilakukan pengerukan sangat berbahaya, karena Benoa merupakan benteng alam bagi Bali untuk menghindari terjadinya tsunami.

Menarik sebenarnya melihat konsep pengelolaan tersus LNG yang ditawarkan oleh PT Dewata Energi Bersih, yang  memberikan nilai tambah bagi Pemprov Bali dan masyarakat sekitar lokasi.  Sehingga Gubernur Koster pun sangat mendukung kerjasama antara PT DEB dengan PT PLN Gas dan Geothermal, lantaran menyertakan badan usaha lokal sehingga daerah juga mendapatkan benefit dan profit serta menjadi salah satu alternatif dalam meningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor energi.

Sementara manfaat lain juga diperoleh langsung masyarakat,  PT DEB mengajak peran serta masyarakat untuk terlibat dalam penataan kawasan pantai, untuk menarik para wisatawan. Nantinya material hasil pengerukan, akan digunakan untuk menata kawasan pantai dan dikelola bersama. Hal ini sesuai dengan arahan Gubernur, yang menekankan pembangunan tersus LNG harus bersifat kawasan, di dalamnya ada skema pengembangan, perekonomian yang memberikan manfaat untuk Desa yang ada di sekitarnya, seperti Sidakarya, Serangan, Sesetan dan Intaran.

Salah satu tokoh Desa Adat Sidakarya, I Ketut Loka menyampaikan dengan adanya tersus LNG mereka berharap agar ada penataan pantai. “Ini harapan warga yang memang sudah menginginkan agar kawasan pantai yang ada ditata, untuk menarik wisawatan,” jelasnya.

Selain itu  masyarakat  nantinya bisa mengakses pantai untuk menyelenggarakan ritual adat, seperti larung dan melasti. Hal tersebut bisa dilakukan jika lokasi tersus LNG ini berada di bibir pantai, jika terlalu jauh hingga ke tengah laut terminalnya, warga tidak akan mendapatkan apa-apa.

Konsep penataan kawasan  menarik perhatian Pakar Maritim, DR. Ketut Sudiarta, yang menyatakan bahwa, rencana pembangunan Tersus LNG di Sidakarya tidak berdiri sendiri, namun terintegrasi dengan melakukan penataan kawasan pesisir Intaran, Serangan dan Sidakarya. Manfaatnya sangat besar karena material hasil pengerukan bisa digunakan untuk menata kawasan tersebut. “Bahkan termasuk membantu menata kawasan banjir  kota Denpasar,” jelasnya.

Karena itu sebagai ahli manjemen sumber daya perairan, ia  menyampaikan bahwa pembangunan tersus LNG Sidakarya tidak boleh berdiri sendiri tanpa menata kawasan sekitarnya. Termasuk merevitalisasi pelabuhan Serangan, untuk perluasan lahan pelabuhan. Sekaligus digunakan untuk menata water front city-nya, sehingga pembangunan terintegrasi.

Menurut  Pengajar Universitas Warmadewa, Denpasar ini,  jika dikaitkan dengan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar, maka  Kawasan Pantai Sidakarya dan Intaran  adalah kawasan paling ideal untuk membangun terminal khusus LNG.  Di lokasi  tersebut, bisa meminimalisir kerusakan lingkungan, sekaligus  menata kawasan pantai agar lebih bernilai ekonomi dan mempertahankan kelestarian budaya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Ketenegakerjaan dan ESDM Pemprov Bali, Ida Bagus Setiawan, yang melihat adanya manfaat yang besar dari tersus LNG khususnya bagi masyarakat Bali dan secara umum Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar.

Penataan kawasan Sekar Tanur (Serangan, Sesetan, Sidakarya, Intaran dan Sanur) yang berdampak langsung secara positif bagi warga sekitar cepat tercapai dengan pembangunan Tersus LNG Denpasar.

“Kawasan Sekar Tanur ini diapit oleh kawasan ekonomi khusus (KEK) Pulau Serangan dengan Bali Turtle, dan KEK Kesehatan Sanur. Kalau yang di tengah (Sekar Tanur)  tidak ditata. Ini tidak bagus, karena ini kawasan segitiga emas Denpasar semuanya harus sama-sama bersinar,” katanya. Tidak boleh ada kawasan yang nampak tertinggal di  Sekar Tanur, sementara diapit kawasan megah KEK. “Penataan ini sudah jadi komitmen bersama Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar,” ujar Ida Bagus Setiawan.

Karena itu menurut Prof. DR. Ketut Budha Artana, menyampaikan jika lokasi tersus LNG ditarik ke tengah laut, maka dari sisi aspek kemanfaatan bagi masyarakat sekitar sangat minim. Meskipun aspek keselamatan keluar masuk kapal, keberadaan FSRU sendiri  dapat diterima.

Sedangkan menurut DR. Ketut, jika lokasi tersus LNG  offshore ke tengah laut sekitar 4 km dari pantai.  “Hal itu akan memotong alur pelayaran Benoa. Kalau dipaksa dibangun fasilitas FSRU LNG disana, harus ada perubahan alur pelayaran dan yang untung cuma PLN,” ujar Ketut Sudiarta.

Hal inilah yang tidak sesuai dengan prinsip Pemprov Bali yang juga disetujui semua pemangku kepentingan di Bali. Yaitu konsep membangun Bali, bukan membangun di Bali. Bagaimana energi bersih ini, mendukung ketahanan energi dan memberikan manfaat besar bagi pariwasata dan masyarakat Bali.

Baca Juga : Warga Bali Gelar “Aksi Budaya” Turun Ke Jalan Dukung Tersus LNG di Sidakarya

Baca Juga : Ida Bagus Setiawan : Topang Pariwisata, Bali Butuh Energi Bersih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

60  +    =  61