Channel9.id – Jakarta. Asosiasi Guru Sejarah Indonesia atau AGSI lewat Departemen Litbangnya menggelar diskusi bertajuk Pergolakan Daerah Menuju Integrasi.
Dalam diskusi ini mengangkat tema Pergolakan Daerah di Papua dan Kalimantan Barat dalam upaya berintegrasi ke dalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Muh. Rikaz Prabowo berbicara tentang pergolakan di Kalimantan Barat dalam upaya integrasi mengatakan bahwa saat itu di Pontianak elite politiknya terpecah menjadi dua faksi yakni kelompok pertama yang ingin menyatu dengan NKRI dan kelompok kedua adalah kelompok yang tidak mendukung penyatuan terhadap NKRI. Tokoh yang paling disegani dan paling berwibawa dari kelompok kedua adalah Sultan Hamid II (Sultan Pontianak).
“Untuk kendaraan perjuangannya Sultan Hamid II membentuk organisasi yang bernama DIKB (Daerah Istimewa Kalimantan Barat). Rupanya upaya Sultan Hamid II ini ditentang oleh kelompok republik yang pro NKRI dengan membentuk organisasi tandingan yang bernama GAPI (Gabungan Persatuan Indonesia), tambah Rikaz Prabowo,” ujarnya, Jumat, 25 Juni 2021.
Menurut Rikaz Prabowo, adu kuat diantara keduanya akhirnya dimenangkan GAPI dalam bentuk pengiriman TNI untuk mengamankan Pontianak dan sekitarnya dari kerusuhan yang sebelumnya pengiriman TNI itu ditentang oleh Sultan Hamid II karena di sana sudah ada KNIL (Koninklijk Naderlandsch-Indische Leger) yaitu tentara yang dibentuk oleh kolonial Belanda yang anggotanya dari para prajurit pribumi.
“Puncak dari konflik politik itu akhirnya Sultan Hamid II ditangkap karena dugaan keterlibatannya dalam rencana penyerangan Dewan Menteri RIS (Republik Indonesia Serikat) pada 24 Januari 1950. Dengan tertangkapnya Sultan Hamid II menjadi jalan dibubarkannya organisasi KNKB,” jelasnya.
Tentang pengusulan Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasioanal, menurut Rikaz, akan menemui jalan terjal karena beberapa alasan yang mempersulit pengusulan tokoh Pontianak itu menjadi pahlawan. Hal ini karena jejak sejarahnya Sultan Hamid II memang berseberangan dengan tokoh-tokoh pro integrasi.
“(Namun) sebenarnya ada beberapa jasa Sultan Hamid II yang tidak bisa dipungkiri misalnya tokoh ini sebagai pencipta gambar lambang garuda Pancasila dan ikut memuluskan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) organisasi bentukan Belanda untuk memecah belah bangsa yang dipimpinnya agar dapat terwujudnya perjanjian yang paling menentukan untuk diakuinya kedaulan RI yaitu Konferensi Meja Bundar,” tuturnya.
Sementara, itu, Arifiah Djaelami, selaku narasumber pergolakan di Papua mengatakan bahwa saat itu Papua ada tiga faksi yang dihuni oleh elite-elite politik Papua yaitu pertama, elite politik yang pro Belanda dan akhirnya hijrah ke negeri Belanda dan berjuang di negeri Kincir Angin.
Kedua, elite politik yang pro integrasi ke NKRI dan berjuang di tanah Papua. Ketiga, elite politik yang netral yaitu tidak pro Belanda dan tidak pro NKRI.
“Nah kelompok elite yang ketiga inilah yang sampai sekarang bikin repot bangsa Indonesia karena sebagai embrio adanya separatis yang ingin memisahkan diri tanah Papua dari pangkuan NKRI,” tegas Arifiah.
IG