Opini

Sumpah Pemuda 1928: Ketika Bara Idealisme Muda Mengubah Takdir Bangsa

Oleh: Eva Riana Rusdi*

Channel9.id-Jakarta. Dalam lembar sejarah perjuangan Indonesia, 28 Oktober 1928 terukir sebagai momen sakral yang menggetarkan jiwa. Sebuah ikrar yang membangkitkan kesadaran kolektif bangsa, Sumpah Pemuda, lahir dari gelora semangat kaum muda yang menolak terkungkung dalam sekat-sekat kedaerahan.

Geliat Pergerakan Pemuda yang Mengubah Sejarah

Awal abad ke-20 menjadi saksi bangkitnya kesadaran politik di kalangan pemuda pribumi. Kebijakan Politik Etis Belanda yang membuka kesempatan pendidikan bagi kaum pribumi terpilih justru menjadi bumerang bagi pemerintah kolonial. Para pemuda terdidik ini mulai menyadari pentingnya persatuan dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Tri Koro Dharmo yang kemudian berubah menjadi Jong Java, berdiri pada 1915 sebagai organisasi pemuda Jawa pertama. Langkah ini diikuti Jong Sumatranen Bond (1917) yang mewadahi pemuda Sumatera, Jong Minahasa (1918), Jong Ambon (1918), dan Jong Celebes (1918). Setiap organisasi ini awalnya berfokus pada identitas kedaerahan masing-masing, mengangkat budaya dan nilai-nilai lokal sebagai basis pergerakan.

Kesadaran akan keterbatasan gerakan kedaerahan mulai muncul setelah Kongres Pemuda I pada 1926 yang dimotori oleh Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Tokoh-tokoh seperti Muhammad Yamin dan Amir Sjarifuddin mulai menyuarakan pentingnya persatuan nasional di atas kepentingan daerah. Mereka melihat bahwa perjuangan yang terkotak-kotak dalam identitas kesukuan tidak akan mampu menghadapi kekuatan kolonial Belanda.

Di tengah cengkeraman kolonial Belanda, sekumpulan pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul di Batavia. Mereka adalah generasi terpelajar yang gelisah melihat perpecahan dan keterpurukan bangsanya. Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, dan berbagai organisasi kepemudaan lainnya memutuskan untuk melebur ego kedaerahan mereka demi cita-cita yang lebih besar.

Muhammad Yamin, Sugondo Djojopuspito, dan rekan-rekan seperjuangan mereka menyadari bahwa kekuatan terbesar bangsa ini terletak pada persatuan. Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 27-28 Oktober 1928 menjadi panggung bersejarah dimana para pemuda berani mengambil sikap radikal: menyatakan diri sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air.

Filosofi yang Melampaui Zamannya

Sumpah Pemuda bukan sekadar rangkaian kata-kata. Ia adalah manifestasi pemikiran visioner yang melampaui batasan zaman. Tiga ikrar suci yang dikumandangkan mengandung filosofi mendalam:

“Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia” – sebuah pengakuan bahwa di atas perbedaan suku dan asal, mengalir darah yang sama dalam pembuluh nadi setiap anak bangsa.

“Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia” – pernyataan tegas untuk meninggalkan sekat kesukuan dan merangkul identitas yang lebih besar sebagai satu bangsa.

“Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” – sebuah pilihan cerdas untuk menjadikan bahasa Melayu yang telah menjadi lingua franca sebagai pemersatu, mengangkatnya menjadi bahasa Indonesia.

Refleksi Sumpah Pemuda di Era Digital

Hampir seabad berlalu, semangat Sumpah Pemuda tetap relevan, bahkan semakin krusial. Perjuangan pemuda saat ini justru menemukan tantangan yang lebih kompleks di era digital. Media sosial dan teknologi informasi mengalir deras dan polarisasi politik memisahkan masyarakat ke dalam kantong-kantong ideologi menjadi ancaman nyata bagi persatuan bangsa. Saat ini kita perlu merefleksikan kembali nilai-nilai persatuan yang diperjuangkan para pemuda 1928.

Tantangan yang dihadapi generasi muda hari ini mungkin berbeda, tetapi esensinya sama. Jika dulu perjuangan melawan kolonialisme, kini kita berhadapan dengan kolonialisme gaya baru: kesenjangan digital, hoaks, dan krisis identitas di tengah arus globalisasi.

Fenomena mudahnya kaum muda terprovokasi isu SARA di media sosial, maraknya ujaran kebencian berbasis kedaerahan, dan menguatnya sentimen primordialisme dalam ruang virtual menunjukkan bahwa semangat Sumpah Pemuda perlu direvitalisasi. Di tengah arus tsunami informasi, literasi digital dan kemampuan berpikir kritis menjadi kunci untuk mempertahankan persatuan.

Generasi muda hari ini menghadapi tantangan untuk menjadi “pejuang digital” yang menjembatani kesenjangan, membangun dialog konstruktif antar kelompok, dan menggunakan teknologi sebagai alat pemersatu. Platform digital bisa menjadi ruang untuk mengampanyekan nilai-nilai persatuan, merayakan keberagaman, dan membangun narasi kebangsaan yang inklusif.

Gerakan-gerakan digital positif yang dimotori kaum muda, seperti kampanye anti-hoaks, konten edukasi kebangsaan, dan inisiatif dialog lintas budaya di media sosial, adalah manifestasi modern dari semangat Sumpah Pemuda. Ini membuktikan bahwa teknologi, jika dikelola dengan bijak, bisa menjadi katalis persatuan sebagaimana bahasa Indonesia menjadi pemersatu di tahun 1928.

Mewarisi Semangat, Melanjutkan Perjuangan

Para pemuda hari ini adalah pewaris estafet perjuangan. Teknologi dan media sosial bisa menjadi pisau bermata dua – bisa memecah belah, tapi juga bisa menjadi alat pemersatu yang ampuh. Generasi muda perlu mengambil peran aktif dalam menjaga persatuan di ruang digital, memerangi hoaks, dan membangun narasi kebangsaan yang konstruktif.

Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari keberanian untuk bermimpi dan bertindak. Semangat ini harus terus dikobarkan dalam konteks kekinian. Sebagaimana para pemuda 1928 berani mendobrak sekat-sekat primordial, generasi muda hari ini pun harus berani menjadi pionir perubahan.

Perayaan Sumpah Pemuda bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum untuk meneguhkan komitmen. Bahwa di atas segala perbedaan, kita adalah satu. Satu dalam keberagaman, satu dalam tekad memajukan bangsa, dan satu dalam semangat membangun Indonesia yang lebih baik.

Baca juga: Kilas Balik Sejarah Lahirnya TNI dan Urgensinya bagi Negara

*Kandidat Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1  +  1  =