Channel9.id-Jakarta. Survei karakter mesti dilakukan terhadap para siswa, dari jenjang SD hingga SMA. Demikian keterangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
“[Survei karakter] ini keharusan. Jadi kalau kita tidak melakukan survei karakter kita tidak mengetahui kondisi keamanan, kerukunan hingga akhlak dari murid kita,” ujar Nadiem setelah menghadiri Rapat Koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Seluruh Indonesia, (11/12).
Nadiem mengatakan survei ini bukan berbentuk tes. Nantinya akan disiapkan alat ukur yang sulit untuk diakali oknum.
“Kalau survei ya survei, jadinya survei itu akan kita buat dengan cara yang akan sangat sulit untuk dipermainkan,” ujarnya.
Untuk survei tersebut, lanjut Nadiem, akan dipersiapkan beberapa pertanyaan yang sifatnya cenderung lebih personal. Kebanyakan pertanyaan meminta pandangan atau opini terhadap sesuatu yang berhubungan dengan negara dan pendidikan.
“Pertanyaan yang personal saja mengenai apa opininya mengenai topik gotong royong, Bhineka Tunggal Ika, tapi bukan gotong royong. Bhineka tunggal ika yang ditanya tapi esensinya, behaviour-nya. Pengertian asas Pancasila, jadi enggak ditanya tentang sila. Sama sekali enggak,” papar Nadiem.
Diberitakan sebelumnya, Nadiem akan menghapuskan Ujian Nasional (UN), mulai 2021 mendatang. Nadiem akan mengganti UN dengan sistem Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Selain itu, sistem survey karakter tak bukan dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan SD, SMP, atau SMA melainkan digelar selama bersekolah.
“Jadinya itu tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa,” kata dia.
Menurutnya, selama ini UN yang telah telah banyak disalahgunakan dan kehilangan arti sesungguhnya dari pelaksanaan ujian tersebut.
Mulanya, UN ini digelar untuk memberikan penilaian terhadap sekolah, bukan untuk mengukur kemampuan siswa atau bahkan memberi penilaian dan untuk ujian kelulusan.
“Sekarang itu kan yang dihukum itu siswanya kalau angkanya tidak baik, padahal itu maksudnya asesmen tingkat nasional itu, bukan itu, bukan siswa yang diukur,” ujar Nadiem.
Maka dari itu, dia berupaya akan mengembalikan esensi dari asesmen kompetensi minimum sebagai pengganti ujian nasional tersebut.
“Jadi kita kembalikan ke asalnya adalah untuk penilaian sekolah penilaian sistem pendidikan. Itu makanya dilakukan di tengah jenjang dan alasan keduanya adalah agar itu memberikan waktu untuk sekolah itu dan guru-guru itu melakukan perbaikan,” tutur Nadiem.
(LH)