Nasional

Tatapan Dede Farhan Aulawi Untuk Masa Depan Kemandirian Pangan Indonesia

Channel9.id-Jakarta Pemerhati Pertanian Dede Farhan Aulawi mengatakan, masyarakat Indonesia harus bersyukur terlahir di negeri nan subur, pemandangan sawah dan hutan yang hijau masih menghiasi bumi pertiwi yang sangat indah ini.

Namun demikian, luas lahan pertanian semakin hari tampaknya semakin menyusut akibat laju pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang terus bertambah. Sebagian lahan pertanian produktif saat ini sudah menjadi jalan, perumahan dan pabrik – pabrik sehingga praktis jumlah panen padi (supply) yang dihasilkan akan berkurang.

“Sementara di sisi lain jumlah penduduk terus bertambah (demand) maka akhirnya hukum ekonomi berlaku yaitu harga padi lama kelamaan akan semakin naik harganya “, ujarnya di Cianjur, Jum’at (27/1).

Kemudian ia juga menambahkan terkait dengan berkurangnya ketersediaan buruh tani. Hasil observasi dan wawancaranya ke beberapa daerah yang selama ini dikenal sebagai lumbung padi, mulai diketahui salah satu keluhan masyarakat adalah mulai sulitnya mendapatkan orang yang masih mau mencangkul di bawah terik matahari dan kotor – kotoran di atas lumpur pesawahan. Para buruh tani mulai menggeser profesinya menjadi buruh pabrik atau profesi lain yang dianggap bisa lebih menjanjikan penghasilan. Misalnya saja jika menjadi buruh pabrik maka bisa dipastikan setiap hari sabtu sudah bisa langsung menerima upah kerja, sementara kalau di bidang pertanian harus manunggu masa panen untuk bisa menikmati hasilnya. Itupun kalau tidak diserang hama, paceklik, atau perubahan musim yang saat ini sulit diprediksi.

Di sisi lain ungkapnya, bahwa sehebat apapun keberhasilan pembangunan seperti infrastruktur, tetapi kalau ketersediaan pangan tidak ada pasti akan menimbulkan masalah yang serius. Untuk itulah dirinya terus berjuang sejak 17 tahun yang lalu untuk terus menyuarakan perjuangan dalam rangka penguatan kedaulatan pangan Indonesia. Format dasarnya adalah mewujudkan kemandirian pangan sebagai salah satu tolak ukur atau indikator pembangunan suatu daerah berhasil atau tidaknya. Untuk itu ia mulai banyak mengenalkan sekaligus mensosialisasikan konsep konsep pertanian Food Estate atau lumbung pangan.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa Food Estate pada prinsipnya merupakan kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas (>25 ha) yang dilakukan dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), modal, serta organisasi dan manajemen modern. Konsep dasar Food Estate diletakkan atas dasar keterpaduan sektor dan subsektor dalam suatu sistem agribisnis dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan lestari, dikelola secara profesional, didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas, teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan. Food Estate diarahkan kepada sistem agribisnis yang berakar kuat di pedesaan berbasis pemberdayaan masyarakat setempat yang merupakan landasan dalam pengembangan wilayah. Komoditi prioritas yang akan dikembangakan dalam food estat ini adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, sorgum, buah-buahan, sayur-sayuran, sagu, kelapa sawit, tebu, dan ternak sapi, kambing atau ayam.

Hal ini pula yang membuat langkahnya tidak pernah berhenti berkunjung dari satu desa ke desa lainnya, dari satu pesantren ke pesantren lainnya, dan dari satu kampus ke kampus lainnya. Pokok – pokok pikiran dalam perjuangan untuk kesejahteraan Indonesia berbasis pada konsep 4P, yaitu konsep dasar pemanfaatan lahan secara produktif di bidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Atas dasar pengetahuan dan pengalamannya dalam menapaki jejak juang di desa – desa, dirinya sangat sistematis ketika menjelaskan konsep dasar pembangunan desa yang terintegrasi dalam percepatan kesejahteraan berbasis pada pemulihan ekonomi pasca pandemi ini.

Adapun tujuan pokok dari konsep food estate ini menurutnya adalah konsep berbasis hortikultura untuk membangun kawasan hortikultura terpadu yang berdaya saing, ramah lingkungan dan modern, mendorong sinergitas dengan stakeholders dalam pengembangan food estate berbasis hortikultura, serta mendorong terbentuknya kelembagaan petani berbasis korporasi. Jika konsep ini bisa dijalankan dengan baik, maka akan berdampak pada peningkatan nilai tambah produksi sektor pertanian lokal, peningkatan penyerapan tenaga kerja pertanian sampai sekitar 35%, petani dapat mengembangkan usaha tani dan kemampuan wirausaha skala luas, terintegrasinya sistem sentra produksi, pengolahan, dan perdagangan, terbukanya potensi ekspor pangan ke negara lain, dan harga pangan menjadi murah akibat produksi pangan melimpah.

“ Untuk itulah kita akan terus berjuang merambah desa setiap jengkal demi jengkal demi masa depan anak bangsa. Perjalanan mereka masih panjang untuk membangun bangsa ini dengan segala tantangannya. Kita para orang tua secara bertahap, mau tidak mau akan meninggalkan mereka semua. Betapa berdosanya kita jika sepeninggalnya kita hanya meninggalkan permasalahan bagi generasi mendatang. Konsep, hasrat dan keinginan untuk membangun harus disesuaikan dengan kemampaun keuangan dalam negeri. Jangan besar pasak daripada tiang, ingin dipuji berhasil dalam melakukan pembangunan tapi meninggalkan hutang yang menggunung. Apalagi jika harus meninggalkan ketergantungan pangan pada negara lain. Oleh karenanya, mari kita bersatu untuk meninggalkan warisan terbaik bagi generasi mendatang dengan ketersediaan dan kemandirian pangan yang berdaulat “, pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

37  +    =  38