Terburu-buru Dibuat, RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi Disebut Berpotensi Rugikan Banyak Pihak
Techno

Terburu-buru Dibuat, RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi Disebut Berpotensi Rugikan Banyak Pihak

Channel9.id-Jakarta. Waktu konsultasi publik terhadap Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Penyelenggaraan Telekomunikasi yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kominfo terbilang singkat. Hal ini disorot Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala.

Diketahui, Ditjen PPI hanya melakukan konsultasi publik terhadap RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi dalam tiga hari, dari 25 Maret sampai 28 Maret 2021.

Baca juga : Pakar Sebut Kominfo Harus Prioritaskan Perizinan Usaha Digital

Kamilov mengatakan bahwa singkatnya waktu konsultasi itu membuat regulasi Penyelenggaraan Telekomunikasi terkesan dibuat buru-buru. Sehingga rawan terkena judicial review, dan berpotensi merugikan banyak pihak. Padahal, lanjutnya, untuk membahas pasal per pasal suatu regulasi dibutuhkan waktu yang cukup untuk melibatkan peran publik.

“Karena stakeholder dari RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi ini beragam, maka untuk mengakomodasi kepentingan tersebut dibutuhkan waktu yang cukup panjang. Tidak hanya 3 hari. Sebab jika konsultasi publik singkat, itu hanya basa-basi saja. Kalau perlu Ditjen PPI melakukan uji publik itu 1 jam saja,” jelas Kamilov, belum lama ini.

Kamilov meminta agar regulasi Ditjen PPI bisa mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan, dari masyarakat hingga lembaga kementerian. Hanya dengan demikian, lanjutnya, industri telekomunikasi nasional bisa terus tumbuh dengan baik. Jika industri maju maka masyarakat dan negara akan diuntungkan.

Ia kemudian memaparkan bahwa RPM tersebut menuliskan pertimbangan persaingan usaha yang sehat, namun tak dicantumkan tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU pun tak dilibatkan sebagai wasit persaingan usaha di industri telekomunikasi.

Selanjutnya, Kamilov mengatakan bahwa aturan yang dikeluarkan oleh Ditjen PPI pun harus sinkron dengan peraturan Pemerintah Daerah. “Jangan sampai aturan yang dibuat oleh Kominfo tidak bisa diaplikasikan ketika melakukan penggelaran jaringan di daerah,” imbuhnya.

“Saat ini banyak masyarakat yang dirugikan akibat regulasi yang dibuat hanya mengakomodasi kepentingan tertentu, seperti kebijakan terhadap konten OTT asing. Banyak konten yang jauh dari budaya Indonesia, namun tetap bisa beroperasi. Masyarakat dirugikan akibat konten tersebut namun Kominfo diam saja,” terangnya.

Oleh karenanya, Kamilov berharap Menkominfo dan Ditjen PPI bisa bijaksana dalam membuat regulasi. “Harus didasari dengan kejujuran dan moral yang benar. Jangan sampai regulasi yang dibuat justru menimbulkan moral hazard. Kejahatan yang terjadi disebabkan tidak ditegakkannya pembuatan regulasi yang benar. Regulasi dibuat agar masyarakat tertib. Jika dalam membuat regulasi saja pemerintah tak tertib maka yang terjadi adalah kerugian bangsa dan negara ini,” kata Kamilov.

Selain itu, kedua belah pihak juga harus menegakkan SOP dengan benar dalam pembuatan regulasi di sektor TIK. Contohnya rekomendasi kepentingan pubik yang luas dengan memberi waktu lebih lama konsultasi publik.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

87  +    =  91