Channel9.id – Jakarta. Teka-tika penyebab jatuhnya pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP terungkap dari hasil investigasi Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT).
Pesawat dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang, Bangka yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat karena masalah desain dan persoalan teknis pesawat.
Hal itu yang disampaikan oleh Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dan Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo. “Seperti yang pernah kami sampaikan bahwa dalam kurun waktu satu tahun kami berhasil menuntaskan investigasi ini,” kata Soerjanto di kantor KNKT Jalan Merdeka Barat Jakarta.
Lebih lanjut, Soerjanto menyatakan bahwa hasil investigasi terutama kami sampaikan kepada para korban, kerabatnya yang sudah lama menunggu apa yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 berjenis Boeing 737 Max.
Dalam releasenya, KNK menyebutkan ada 9 masalah yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat Lion Air yang telah menewaskan 125 penumpang tujuan Pulau Bangka tersebut.
Berikut 9 faktor tersebut:
1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat
2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi
3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan
4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan
5. Indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor
6. AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya
7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi
8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-formal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat
9. Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidakefektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.