Channel9.id – Jakarta. Sebagai siswa cemerlang di SMA Negeri 2 Palembang, remaja Tito Karnavian diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tidak itu saja dalam waktu bersamaan juga diterima di dua perguruan tinggi ternama lain, yaitu jurusan Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN).
Namun, Tito muda lebih memilih mengabdi bagi negara sebagai anggota militer. Saat itu, TNI Polri belum terpisah dan masih bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). “Kalau jadi tentara bisa jadi walikota atau bupati. Saat itu, walikota sudah keren,” katanya mengenang cerita saat belia dalam satu perbincangan santai.
Tito muda yang punya hobi olahraga renang, bahkan berani menyeberangi sungai Musi, sungai terpanjang yang melewati kota kelahirannya di Palembang. Dengan modal stamina yang prima dan intelektualitas yang mumpuni, serta jiwa kepemimpinan yang terasah di organisasi kesiswaan, memuluskan seleksi masuk AKABRI.
Sebagai taruna muda, suasana galau meliputi dirinya. Ini karena namanya tidak masuk dalam daftar Angkatan Darat, Laut dan Udara. Rupanya, takdir mengantarnya menjadi taruna Akademi Kepolisian. Di Akademi, Tito dikenal sebagai taruna yang cerdas dan ini dibuktikan sebagai lulusan terbaik peraih bintang Adhi Makayasa, lulusan Akpol 1987.
Kisah selanjutnya adalah cerita perwira muda polisi yang penuh semangat. Korps reserse yang penuh tantangan menjadi ajang pengabdian Bhayangkara muda. Mantan Kapolsek Cempaka Putih, Jakarta, tetap memendam bara menyala untuk menambah ilmu pengetahuan.
Di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) anggota Korps Staf Pimpinan Kapolri Jenderal Pol. Roesmanhadi, menjadi lulusan terbaik dan meraih Bintang Wiyata Cendekia. Meraih bintang Adhi Makayasa maupun Wiyata Cendekia, adalah dambaan taruna AKPOL dan Perwira Siswa PTIK.
Penyandang medali ini, secara tradisi akan berdinas di Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya yang berada di Ibu Kota Jakarta. Di Ibu Kota, Tito terlatih menjadi detektif handal. Karena di kota metropolitan inilah kejahatan-kejahatan dengan spektrum luas, kejahatan antar negara dengan aktor-aktornya yang berada di kasta tertinggi dunia hitam, menjadi target operasinya.
Di Polda Metro Jaya, Tito pernah memimpin Kepala Satuan Reserse Ekonomi, Satuan Reserse Umum, dan Satuan Keamanan Negara. Di sinilah Tito kemudian menjadi tim inti dari unit khusus anti teror dan bom (Tim ATB) yang menjadi cikal bakal berdirinya Detasemen Khusus 88 Anti Teror.
Ujian pertamanya, bom besar yang meledak di depan rumah dinas Duta Besar Filipina yang melukai Sang Duta Besar Leonidas Caday dan menewaskan 4 orang security dan pengguna jalan yang naas, di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat di tahun 1999.
Dari bom Kedubes Filipina ini, hari-hari Perwira Menengah Tito Karnavian dihabiskan dalam arena perburuan dengan kelompok teroris. Rangkaian bom malam Natal 2000, Bom Bali I tahun 2001, bom Kedubes Australia di Kuningan, mengungkap jaringan luas kelompok teror Al Jama’ah Islamiyah (JI), organisasi teror yang terafiliasi dengan jaringan internasional Al Qaida.
Dalam masa perburuan itu, situasi yang mengancam nyawa beberapa kali harus dilalui Tito. Seperti kasus penangkapan Asepudin pemilik senjata M-16 di Kebagusan, Jakarta Selatan yang merebut senjata saat interogasi tengah berlangsung. Juga harus bergulat dengan pentolan JI di sebuah gang di Kota Bogor yang masih menggenggam bom.
Serangkaian penugasan berbahaya dari daerah konflik Poso juga harus dilalui yang mengorbankan waktu bersama keluarga. Saat menjadi Kepala Densus 88 Tito juga sempat terpukul, ini karena dua anak buahnya gugur dalam satu penyergapan di Gunung Jalin Jantho Aceh, tempat pelatihan bersenjata Kelompok Aman Abdurrahman dan Dulmatin.
Serangan teror dan ledakan bom, kembali mengujinya saat menjadi Kapolda Metro Jaya 2016. Serangan teror dalam bom Thamrin, menggemparkan Ibu Kota Jakarta yang dengan cepat dapat dituntaskan. Perjalanan panjang terkait tero ini, mengantarkannya sebagai salah satu ahli kontra terorisme terbaik yang diakui dunia internasional.
Bidang kontra terorisme ini pula mengantarkan Jenderal Tito, sebagai peraih PhD, dari Nanyang University Singapura dan Guru Besar bidang kontra terorisme di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK/STIK) Jakarta.
Di puncak karier Jenderal Tito, Jenderal Pol. Prof. HM Tito Karnavian, PhD, telah mengantarkan Polri sebagai salah satu institusi terpercaya olah publik Indonesia. Kini Jenderal (Purn) ini menapaki karier baru, setelah Presiden Joko Widodo mempercayakan jabatan baru sebagai Menteri Dalam Negeri.
Jika di masa remaja Tito muda punya mimpi menjadi walikota. Kini Profesor anti teror ini menjadi “Lurahnya” para gubernur, bupati dan walikota se-Indonesia, sebagai Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.