Channel9.id, Jakarta – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif ekspor India sebagai respons terhadap pembelian minyak Rusia yang dinilai menguntungkan Moskow di tengah perang Ukraina.
Mengutip Bloomberg pada Selasa (5/8/2025), Trump melalui unggahan di media sosial menuding India tidak hanya membeli minyak Rusia dalam jumlah besar, tetapi juga menjual kembali sebagian minyak tersebut di pasar internasional untuk meraih keuntungan besar.
“Mereka tidak peduli berapa banyak warga Ukraina yang terbunuh akibat mesin perang Rusia. Karena itu, saya akan menaikkan tarif yang dibayar India ke AS secara signifikan,” tulis Trump.
Meski tidak menjelaskan besaran tarif baru, pekan lalu Trump telah mengumumkan tarif 25% terhadap produk ekspor India, disertai ancaman tambahan jika India tetap mengimpor minyak Rusia. Peringatan ini muncul menjelang tenggat 8 Agustus, yang ditetapkan AS bagi Rusia untuk menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina.
Selain kenaikan tarif, pemerintahan Trump juga menyiapkan sanksi sekunder bagi negara-negara yang terus membeli energi dari Rusia. Para pendukung Ukraina menilai langkah India justru membantu menopang ekonomi Rusia dan mengurangi tekanan agar Moskow menghentikan perang yang telah berlangsung hampir empat tahun.
India menjadi salah satu target utama dalam kampanye Trump untuk mengakhiri perang. Namun, Perdana Menteri Narendra Modi—yang sebelumnya dikenal dekat dengan Trump—mengimbau masyarakatnya untuk mendukung produk lokal, sambil memberi sinyal bahwa impor minyak dari Rusia akan tetap berlanjut.
“Kebijakan AS yang menargetkan India tidak berdasar dan tidak masuk akal,” tulis Kementerian Luar Negeri India di media sosial.
Pemerintah India juga menuding Uni Eropa dan AS masih berdagang dengan Rusia untuk kebutuhan non-esensial. Menurut pejabat India, impor minyak dilakukan untuk menjaga stabilitas dan keterjangkauan harga energi domestik.
“Ini adalah kebutuhan yang dipengaruhi kondisi pasar global,” kata pejabat tersebut.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, India menjadi salah satu pembeli utama minyak mentah Rusia karena potongan harga besar. Tahun ini, India membeli sekitar 1,7 juta barel per hari, berdasarkan data pelacakan kapal tanker Bloomberg. Pada semester pertama tahun ini, India mengekspor sekitar 1,4 juta barel bahan bakar olahan per hari, termasuk 40% solar dan gasoil, serta 30% bensin dan komponen campuran lainnya.
Namun, sulit dipastikan berapa besar bahan bakar ekspor tersebut yang berasal langsung dari minyak Rusia, karena kilang biasanya mencampur berbagai jenis minyak sebelum diproses.
Dampak Kebijakan dan Negosiasi Dagang
Uni Eropa telah memberlakukan larangan impor bahan bakar dari minyak Rusia, meski implementasinya masih menunggu detail teknis. Jika pasokan dari Rusia ke India terganggu, negara ini harus mencari alternatif, seperti yang dilakukan pekan lalu ketika perusahaan pengolahan minyak terbesar India membeli jutaan barel minyak dari AS dan Uni Emirat Arab untuk pengiriman cepat.
Sesuai tenggat Trump kepada Vladimir Putin, sanksi sekunder terhadap pembeli minyak Rusia dapat diberlakukan mulai Jumat. Duta Besar AS untuk NATO Matt Whitaker menegaskan bahwa sanksi tambahan terhadap negara yang mendanai perang secara tidak langsung, seperti India, China, dan Brasil, adalah langkah logis berikutnya.
“Ini akan menghantam mereka di sumber pendapatan utama, yaitu penjualan minyak,” ujar Whitaker.
Kenaikan tarif oleh Trump mengejutkan India, yang selama ini berupaya menjalin negosiasi perdagangan dengan Washington. Trump semakin gencar mengkritik India terkait hambatan perdagangan produk AS, pembelian energi Rusia, dan keterlibatan India dalam BRICS yang menantang dominasi dolar AS.
Pemerintah India mengaku tetap ingin melanjutkan pembicaraan dengan AS untuk menurunkan tarif, termasuk dengan rencana meningkatkan impor gas alam dari AS dan pembelian peralatan komunikasi serta emas. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi surplus perdagangan India terhadap AS, yang mencapai sekitar US$43 miliar tahun lalu menurut IMF—terbesar ke-11 secara global.
Meski begitu, isu sensitif seperti sektor pertanian dan produk susu masih menjadi penghalang utama dalam negosiasi. Hubungan Trump dan Modi juga memburuk selama masa jabatan kedua presiden AS tersebut. Awal tahun ini, Trump bahkan sempat mengancam menutup akses India dan Pakistan ke pasar AS jika konflik perbatasan tidak dihentikan, sebuah klaim yang kemudian ia sebut berhasil membawa perdamaian—meskipun memicu ketegangan baru di New Delhi.