Tunisia Terpecah Setelah Presiden Bekukan Parlemen
Internasional

Tunisia Terpecah Setelah Presiden Bekukan Parlemen

Channel9.id-Tunisia. Ditengah-tengah sedang memanasnya suasana politik di Tunisia, sang presiden membubarkan pemerintah dan membekukan parlemen, pada hari Minggu (25/7/2021). Para oposisi langsung menyatakan kalau langkah presiden tersebut merupakan langkah kudeta dan menyerukan kepada rakyat untuk demo turun kejalanan.

Presiden Kai Saied mengatakan kalau ia akan mengambil alih otoritas eksekutif dengan dibantu oleh perdana menteri baru. Sikapnya ini merupakan tantangan sistem demokratis di Tunisia setelah pertama kali diterapkan di tahun 2011.

Ratusan orang pun langsung turun kejalanan ibu kota dan juga kota lainnya, bukan untuk memprotes keputusan sang presiden, namun mendukungnya.

Disaat para pendukungnya memenuhi alun-alun pusat kota Habib Bourguiba, Saied pun datang untuk menyambut para pendukungnya, lapor media setempat.

Namun, besarnya dukungan untuk presiden Saied masih belum jelas. Juru bicara Parlemen Tunisia Rached Ghannouchi menyerukan warga Tunisia turun ke jalan untuk menghentikan tindakan kudeta yang dilakukan oleh presidennya.

Saied, dalam pidatonya mengumumkan langkahnya dan memperingatkan semuanya untuk tidak melakukan tindakan ekstrim.

“Saya memperingatkan semuanya yang berpikir untuk melawan menggunakan senjata… siapapun yang menembakkan peluru, pasukan bersenjata akan membalasnya dengan peluru,” ujarnya dalam pidato yang disiarkan di televisi.

Beberapa jam setelah pernyataan tersebut dikeluarkan, kendaraan-kendaraan militer mengepung gedung parlemen diiringi dengan sorak-sorai warga disana dan mereka juga menyanyikan lagu kebangsaan mereka, ungkap dua orang saksi. Media lokal juga melaporkan kalau tentara juga mengepung gedung-gedung televisi.

Setelah bertahun-tahun Tunisia mengalami kelumpuhan ekonomi, korupsi,  menurunnya tingkat layanan pemerintah dan meningkatnya angka pengangguran telah membuat banyak warga Tunisia semakin resah dengan sistem politiknya. Kondisi ini juga semakin diperburuk oleh pandemi Covid-19 yang menghantam perekonomian negara mereka.

Unjuk rasa yang digencarkan oleh para aktivis di sosial media terjadi pada hari Minggu dengan kemarahan mereka yang berfokus kepada partai moderat Islamis Ennahda, partai terbesar di parlemen.

Ennahda merupakan partai besar sejak revolusi Tunisia di tahun 2011 dan juga bagian dari koalisi pemerintah yang sukses.

Juru bicara di parlemen, Ghannouchi langsung mencap keputusan presiden Saied sebagai tindakan kudeta terhadap revolusi dan konstitusi.

“Kami masih menganggap kalau institusi kami masih berdiri, dan para pendukung kami dan juga seluruh rakyat Tunisia akan siap sedia mempertahankan revolusi kami,” tambahnya, yang menggambarkan akan ada dua kubu di masyarakat Tunisia.

Ketua partai lain, Karama, dan juga mantan Presiden Moncef Marzouki juga turut bergabung dengan seruan Ennahda dalam melawan keputusan presiden Saied.

“Saya meminta rakyat Tunisia untuk melihat kalau mereka (pihak Saied) merasa ini adalah awal dari  sebuah solusi, nyatanya ini adalah permulaan Tunisia jatuh ke situasi yang lebih buruk,” ucap pernyataan Marzouki di videonya.

(RAG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  20  =  22