Channel9.id – Jakarta.Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut hancurnya bendungan Kakhovka sebagai sebuah kerusakan lingkungan besar namun insiden tersebut tidak akan menghentikan operasi Ukraina dalam merebut kembali wilayahnya dari Rusia, Rabu (7/6). Sementara itu Rusia menuduh Ukraina sebagai pelaku pemboman bendungan tersebut untuk menutupi gagalnya serangan balik Kyiv.
Mengatakan bahwa meledaknya bendungan tersebut karena tindak-tanduk pasukan Rusia, Zelenskyy pada Selasa lalu bahwa hancurnya infrastruktur tersebut merupakan bagian dari strategi Rusia dalam menghambat operasi militer Ukraina dengan banjir.
Dalam laporan hariannya, Zelenskyy juga menambahkan bahwa dihancurkannya bendungan tersebut menandakan hilangnya kekuasaan Rusia di Krimea.
“Fakta bahwa Rusia yang dengan sengaja menghancurkan Waduk Kakhovka, yang mana merupakan infrastruktur penting khusus dalam menyediakan air untuk Krimea, menandakan bahwa para penjajah dari Rusia itu menyadari bahwa mereka sudah mulai harus pergi dari sana,” ujarnya.
“Kami masih akan terus berusaha membebaskan negara kami,” lanjutnya yang menjelaskan bahwa hancurnya bendungan tersebut tidak akan menghentikan upaya mereka dalam memukul mundur Rusia. Walaupun begitu ia mengakui bahwa biaya perbaikan pasca-perang ini akan membengkak karena hancurnya Kakhovka.
Baca juga: Bendungan Tua Hancur, Rusia-Ukraina Saling Tuduh
Di lain sisi, Kremlin menyalahkan Ukraina atas hancurnya bendungan tersebut. Mereka mengatakan bahwa serangan ke bendungan tersebut adalah pengalihan isu dari serangan balik Ukraina ke Rusia yang gagal itu.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan pasukannya telah menahan gempuran serangan balik Ukraina dan telah berhasil menumpas ribuan tentara Ukraina. Ia menambahkan bahwa dihancurkannya bendungan tersebut adalah untuk menghambat pasukan Rusia.
Walaupun kedua kubu sama-sama melayangkan tuduhannya, mereka sama sekali belum dapat memberikan bukti yang kongkrit atas pernyataannya itu. Yang pasti adalah hancurnya bendungan tersebut menjadi masalah baru bagi warga sipil yang sudah cukup menderita karena konflik perang.
(RAG)