Channel9.id – Jakarta. Asosiasi Guru Sejarah atau AGSI buka suara terkait polemik PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I-II.
AGSI mengimbau kepada seluruh para Guru Sejarah agar terus melek terhadap berbagai jenis informasi atau pemberitaan yang bersifat aktual dengan mengedepankan prinsip heurisistik, kritik, dan interpretasi untuk mencapai sebuah kesimpulan.
“Berbagai jenis informasi atau pemberitaan yang bersifat aktual sebaiknya dapat digunakan untuk memperkuat pembelajaran sejarah kontekstual di ruang-ruang kelas,” ujar Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia Sumardiansyah Perdana Kusuma, Jumat (23/4).
Sumardiansyah mengatakan, guru sejarah harus mengedepankan dialog dengan membuka wawasan dan menciptakan narasi-narasi yang menyejukan serta memperteguh kita sebagai bangsa dalam bingkai Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD 1945), dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Guru sejarah harus menjadi agen literasi dan penghalau hoax melalui kecakapan berpikir sejarah di tengah isu dan berserakannya berbagai informasi,” pungkasnya.
Baca juga: Mendikbud Akan Revisi Total Kamus Sejarah Indonesia
Selain itu, AGSI juga menanggapi Polemik PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sumardiansyah menilai mata pelajaran atau mata kuliah dasar yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa seperti Agama, Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia, Pancasila dan Kewarganegaraan harus diperkuat dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“(Pemerintah) harus melakukan perubahan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 Ayat 1 dan 2 dan PP No. 57 Tahun 2021 tentang SNP Pasal 40 Ayat 2 dan 3, agar mencantumkan secara jelas diksi Agama, Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia, Pancasila dan Kewarganegaraan dalam muatan kurikulum wajib di jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Perguruan Tinggi,” tuturnya.
“Menempatkan Agama, Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia, Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah wajib dalam struktur kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Perguruan Tinggi dengan jumlah jam proporsional,” tambahnya.
Sementara itu, AGSI mengapresiasi niat baik dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan yang telah peduli dan mengambil inisiatif dengan memperkaya khazanah sejarah melalui penulisan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I-II.
“K.H Hasyim Asy’ari bersama para tokoh lain yang mengambil tempat dalam perjalanan sejarah bangsa, lokal maupun nasional, patut untuk diteladani sesuai dengan latar belakang, kapasitas dan lingkup perjuangannya masing-masing, karena itu kami setuju agar naskah Kamus Sejarah Indonesia Jilid I-II disempurnakan secara objektif dan komprehensif dalam rangka memperkuat jati diri kita sebagai sebuah bangsa,” terang Sumardiansyah.
Dia pun mengusulkan agar menghidupkan kembali Direktorat Sejarah dibawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Mengingat posisi sejarah yang sangat penting dalam pengarusutamaan karakter bangsa dan mencegah amnesia sejarah di tengah arus globalisasi, maka perlu ada pendekatan kebijakan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berpihak kepada sejarah,” tandasnya.
IG