Channel9.id – Jakarta. Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok menanggapi dugaan pengoplosan minyak Research Octane Number (RON) 90 Pertalite menjadi RON 92 Pertamax. Ia mengatakan, jika dugaan pengoplosan itu terbukti benar, maka PT Pertamina mencederai dan melanggar hak konsumen yang diatur Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
“Yang mana hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut tidak sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan,” kata Mufti dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (27/2/2025).
Menurut Mufti, konsumen membayar harga lebih mahal untuk mendapatkan BBM berkualitas RON 92. Tetapi, konsunen malah menerima BBM dengan kualitas yang lebih rendah akibat dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di lingkungan Pertamina.
“Selain itu juga merampas hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Dalam kasus ini, diduga konsumen telah memperoleh informasi yang palsu dan menyesatkan karena label RON 92 Pertamax yang dibayarkan, tetapi ternyata mendapatkan RON 90 Pertalite yang lebih rendah,” papar Mufti.
Terkait kerugian, konsumen atau masyarakat berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam UUPK. Salah satu gugatan yaitu dapat secara bersama-sama (class action) karena mengalami kerugian yang sama.
“Bahkan secara undang-undang,
pemerintah/instansi terkait pun dapat turut serta melakukan gugatan karena kerugian yang besar dan korban yang tidak sedikit,” tuturnya.
BPKN juga mendesak pihak berwenang mengusut tuntas kasus ini dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada para pelaku.
Pihaknya juga meminta Pertamina bersikap transparan dalam memberikan informasi yang jelas dan jujur kepada konsumen mengenai kualitas produk bahan bakar yang dijual, dan bertanggung jawab atas kerugian konsumen akibat dugaan praktik pengoplosan.
Selain itu, juga mengevaluasi sistem pengawasan dan distribusi bahan bakar untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Lebih lanjut, Mufti menyebut BPKN juga membuka layanan bagi masyarakat yang ingin melaporkan atau berkonsultasi mengenai permasalahan ini.
BPKN akan memberikan pendampingan hukum serta membantu konsumen jika terbukti mengalami kerugian.
“BPKN siap membuka diri bagi konsumen yang ingin melaporkan atau berkonsultasi terkait masalah ini. Kami siap memberikan pendampingan dan membantu konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya,” ujar Mufti.
Masalah bensin oplosan ini pertama kali diungkap Kejaksaan Agung ketika mengumumkan hasil penyidikan dugaan korupsi di tubuh Pertamina.
Menurut Kejagung, tersangka Riva Siahaan sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.
RON 90 tersebut kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Namun, PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari menjamin kualitas Pertamax yang mereka jual sesuai dengan spesifikasi RON 92, sebagaimana ditetapkan pemerintah.
“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92,” kata Heppy dalam keterangan resmi, Rabu (26/2/2025).
“Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” sambungnya.
HT