Channel9.id-Jakarta. Setelah penculikan Aung San Suu Kyi dan koleganya, militer Myanmar mengambil alih kekuasaan di Myanmar Senin (1/2/2021) kemarin. Atas terjadinya hal ini, banyak negara yang mengutuk tindakan militer Myanmar.
Pertemuan Dewan Keamanan PBB pun diadakan. Pertemuan yang diadakan pada hari Selasa (2/2/2021) ini tidak membuahkan hasil yang positif dikarenakan Cina tidak sependapat.
Dilansir dari BBC.com, Elliot Prasse-Freeman, pakar Myanmar dari Universitas Negeri Singapura mengatakan “Melalui kebijakan luar negeri yang kurang lebih sama dengan gaslighting, Cina tampaknya menunjukkan dukungannya secara implisit, jika bukan, ini adalah dukungan jelas terhadap tindakan para jenderal Myanmar.”
Baca juga : Myanmar Memanas, Kudeta Sedang Berlangsung
Elliot juga menambahkan “Cina nampaknya melihat kudeta ini sebagai ‘masalah internal’ sebagaimana media Cina mengatakan ini adalah ‘kabinet reshuffle’.”
Walaupun dia berpendapat bahwa tindakan PBB tidak akan memberikan dampak yang cepat, setidaknya tindakan ini menandakan “tahap pertama untuk menyatukan suara Internasional. Namun nampaknya tak akan terlaksana.”
Kata Sebastian Strangio, penulis dan editor Asia Tenggara di The Diplomat, kepada BBC. “Sikap Beijing terhadap situasi ini sesuai dengan skeptisisme mereka terhadap intervensi internasional,” Selama beberapa hari terakhir, Cina telah memperingatkan bahwa sanksi atau tekanan internasional hanya akan memperburuk keadaan di negara Myanmar.
Namun Sebastian mengatakan bahwa Beijing tidak senang dengan kudeta tersebut.
“Mereka memiliki hubungan yang cukup baik dengan NLD dan sudah melakukan banyak hal ntuk membangun hubungan yang baik dengan Aung San Suu Kyi. Kembalinya militer di Myanmar ini sebenarnya berarti Cina kini harus berurusan kembali dengan institusi di Myanmar yang secara historis paling mencurigakan niat Cina,” kata Sebastian.
(RAG)