Channel9.id-Jakarta. Jurnalisme saat ini berada dalam ekosistem media daring. Situasi ini mendatangkan keuntungan dan tantangan bagi industri media. Keberadaan ekosistem media daring juga berkaitan erat dengan aplikasi teknologi komunikasi, mulai dari kemunculan televisi dan internet hingga yang terbaru, kecerdasan buatan.
Peran media daring menjadi topik utama dalam pelatihan jurnalistik tingkat lanjut yang diadakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika UNJ pada Rabu (26/07/2023). Sasmito Madrim, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Kurnia Yunita Rahayu, wartawan harian Kompas, memaparkan materi tentang ekosistem media daring.
Sasmito menjelaskan bahwa ekosistem media digital merujuk pada hubungan timbal balik antara platform digital dan media. Menurutnya, hal tersebut erat kaitannya dengan kemajuan teknologi. “Komunitas pers selalu khawatir dengan perkembangan teknologi, saat masuk era internet ada kekhawatiran. Tapi kita belajar dan jurnalisme bisa beradaptasi,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa keberadaan media di ekosistem digital memiliki keuntungan dan kerugiannya. Kemajuan teknologi mendukung peningkatan produktivitas dan komunikasi. “Dulu naskah berita dikirim dengan bis antar kota, sekarang via email,” ujarnya. Selain itu, ia juga menyebut pengalamannya mengikuti rapat daring lintas negara, kapasitas publikasi yang lebih besar, biaya operasional yang lebih kecil, dan kemampuan untuk mencapai pembaca yang lebih luas.
Namun, media digital juga menghadapi tantangan, salah satunya adalah penggunaan clickbait sebagai sarana untuk mendulang klik. Sasmito menyinggung kecenderungan media online untuk mengikuti tren media sosial. “Media berlomba-lomba membuat clickbait, sehingga jumlah berita meningkat dan berpotensi mendegradasi kualitas jurnalisme, serta banyak liputan yang kurang bermakna,” ungkapnya.
Disisi lain, Kurnia menyatakan bahwa jurnalisme digital juga menghadapi banjir informasi. “Di tengah situasi itu, banyak tantangan hoax. Hal ini berbahaya karena bisa mempengaruhi pengambilan keputusan,” ungkapnya. Kurnia menekankan bahwa maraknya hoax selama pandemi covid-19 berdampak fatal pada masyarakat.
Namun, Sasmito mengakui bahwa hal tersebut berkaitan dengan kelangsungan hidup media tersebut. “Dalam riset Plum 2019 di Inggris, media hanya dapat menikmati remah-remah pendapatan iklan. Sebagian besar iklan beralih ke platform digital,” ujarnya.
Riset tersebut menunjukkan bahwa pangsa pasar pengiklan Inggris pada tahun 2017 dikuasai oleh Google, Microsoft, Verizon, dan Amazon dengan nilai 5.8 miliar Euro, diikuti oleh Facebook, YouTube, Twitter, LinkedIn, Snap, dan posisi terbawah ditempati oleh broadcaster, berita bermerek, dan pemilik media-media lain.
Namun, perusahaan media harus tetap menjaga kualitas jurnalisme. Kurnia menyampaikan konsep jurnalisme yang mencerahkan. “Penekanannya adalah pada peran manusia dalam beradaptasi dengan platform,” ungkapnya. Kurnia menegaskan bahwa hal ini tercermin dalam tanggung jawab sosial sebagai manusia dan prinsip akurasi serta validitas informasi dengan analisis yang objektif.
Menurut wartawan politik dan hukum harian Kompas ini, hal tersebut berkaitan erat dengan tujuan jurnalisme. “Membantu publik untuk membuat keputusan bijaksana yang berdasarkan informasi yang kaya pengetahuan tentang masalah-masalah kompleks,” tuturnya.
(FB)