Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan kebijakan baru ini, BKN merilis sejumlah contoh kasus yang mungkin terjadi di lapangan.
Berikut contoh kasus untuk lebih memahami cara kerja Peraturan Menteri PANRB Nomor 61 Tahun 2018:
Kasus 1
Formasi: 1
Lolos PG awal: 1
Yang ikut SKB: 1
Kasus 2
Formasi: 1
Lolos PG awal: 0
Yang ikut SKB: 3 (ranking 1-3)
Kasus 3
Formasi: 2
Lolos PG: 2
Yang ikut SKB: 2 (keduanya yang lolos PG awal)
Kasus 4
Formasi: 2
Lolos PG awal: 1
Yang ikut SKB: 4, terdiri dari
– 1 yang lolos PG awal untuk mengisi formasi #1
– 3 (yang tidak lolos PG awal, ranking 3 terbaik) untuk memperebutkan formasi #2
Kasus 5
Formasi: 1
Lolos PG awal: 7
Yang ikut SKB: 3 (yang lolos PG awal dan ranking 3 terbaik)
Peserta yang tidak lolos PG awal dapat mengikuti SKB jika dan hanya jika:
a. Ada formasi yang kosong (tidak terisi oleh mereka yang lolos PG awal)
b. Menduduki ranking 3 terbaik, untuk setiap formasi yang kosong. Misal:
– Formasi yang kosong 1, ranking 1-3 yang ikut SKB
– Formasi yang kosong 2, ranking 1-6 yang ikut SKB
c. Memenuhi passing grade:
– 255 untuk formasi umum, formasi khusus cumlaude, dan formasi khusus diaspora
– 220 untuk formasi khusus: putra/putri Papua/Papua Barat, disabilitas, dan Eks THK2 guru/tenaga medis/paramedis.
Bila ada nilai total peserta SKD yang sama, penentuan akan dilihat dari nilai per komponen dengan urutan: Tes Karakteristik Pribadi (TKP), Tes Intelegensia Umum (TIU), dan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Bila nilai tetap sama, semua peserta dalam ranking tersebut diikutsertakan SKB. (Felicia Margaretha)