Opini

Isoman: Isolasi Mandiri Atau Isolasi Kemampuan?

Oleh: Irwan D Makdoerah*

Channel9.id-Jakarta. Saya mendapatkan vaksin pertama di bulan April. Tepatnya di tanggal 20. Untuk vaksin kedua, tanggal 18 Mei 2021, dan vaksin yang saya dapatkan adalah vaksin Sinovac.

Pengalaman saat mendapatkan vaksin baik yang pertama maupun yang kedua, tidak perlu saya ceritakan.

Setelah mendapatkan vaksin, kalau dibilang apakah saya ketat dalam melaksanakan prokes, boleh dibilang tidak terlalu ketat dan disiplin.

Berawal dari suster anak yang saat bermain dengan anak, istri melihat dan mendengar kalau suster itu terkesan tengah batuk.  Akhirnya dimintalah untuk bermasker.

Dua hari kemudian, suster meminta izin untuk tidak beraktifitas karena badannya drop. Selama 2 hari dia tidak keluar dari kamarnya. Pada hari ketiga, dia sudah dapat beraktifitas.

Tepatnya pada Selasa, 29 Juni 2021, saya test antigen dan hasilnya negatif. Sore harinya, suster anak saya mintakan untuk antigen dan hasilnya reaktif.

Setelah tahu hasilnya reaktif, kami kaget, panik, dan bingung. Tidak tahu harus bagaimana. Bicara dengan adik dan akhirnya diputuskan untuk semua di PCR malam harinya.

Esok harinya, Rabu siang saya mendapatkan kabar hasil PCR. Saya negatif. Istri, anak, dan suster positif. Saya semakin bingung. Walau di satu sisi, saya kagum dengan diri saya. Entah karena imunitas yang baik diakibatkan oleh vaksin yang bekerja sempurna atau belum waktunya. Hanya Allah yang Maha Tahu untuk jawabannya.

Isoman. Itu yang kami putuskan. Toh, rumah sakit juga penuh. Menanti adanya kamar yang tersedia di rumah sakit, kok yah bagaikan mimpi di siang hari.

Isoman itu tidak mudah dan juga tidak murah. Banyak referensi yang tersedia bagaimana melakukan isoman. Tapi hingga saat ini, tampaknya tidak ada prosedur atau tata cara isoman yang baku serta ditetapkan oleh pemerintah. Ini adalah penyakit pandemi. Harusnya ada prosedur baku, tata cara yang mudah diikuti berikut dukungan pemerintah.

Kita ambil contoh. Adalah cerita tentang public figure yang berhasil melewati Covid-19 dengan singkat. Diuraikanlah obat-obatan dan demikian juga dengan vitaminnya. Apa daya, saat dicari obat-obatan dan vitamin yang diperlukan, stok sudah tidak ada. Kalaupun ada, pastinya mahal dan sulit didapat. Sekali lagi, isoman karena pandemi harusnya tidak ada perbedaan treatment bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Dukungan obat-obatan, pelayanan medik hingga mungkin juga diperlukan dukungan bantuan sosial. Sekali lagi, isoman itu tidak mudah dan tidak murah. Apalagi jika yang terpapar adalah hampir seisi rumah.

Semoga masa kritis atau masa isoman dapat kami lalui dan khususnya. Semoga tidak ada siklus berganti. Mereka sembuh, saya mendapatkan gilirannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah dan keberkahanNya bagi semua penderita Covid-19 yang memilih untuk isoman.

* Ketua Dewan Etik Forum Budaya Jakarta Pesisir

One Reply to “Isoman: Isolasi Mandiri Atau Isolasi Kemampuan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  12  =  19