Nasional

LBM PWNU DKI Jakarta dan PAM JAYA Gelar Diskusi “Ketahanan Air di Jakarta Dalam Tinjauan Agama”

Channel9.id – Jakarta. Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta berkolaborasi dengan PAM JAYA menggelar diskusi tentang “Ketahanan Air di Jakarta dalam Tinjauan Agama” di Hotel Acasia Jakarta Pusat, Rabu 23 November 2022.

Kegiatan ini dihadiri 100 peserta dari kalangan para kiyai dan bu nyai pengurus Suriyah dan Tanfidziyah PWNU DKI, PC (Pengurus Cabang) NU se-DKI Jakarta, pengurus LBM PWNU DKI dan seluruh perwakilan Badan Otonomi PWNU DKI Jakarta. Hadir juga mustasyar PWNU DKI, KH. Ibrahim Karim.

Dalam diskusi hadir kynote speaker Dr. KH. Samsul Maarif, ketua PWNU DKI Jakarta, dan narasumber H. Arief Nasrudin (Direktur Utama PAM JAYA), KH. Mukti Ali Qusyairi (ketua LBM PWNU DKI Jakarta), Dr. KH. Endin AJ Soefihana (Wakil Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta), dan KH. Taufik Damas, LC. (Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta).

Baca juga: PWNU DKI Jakarta Keluarkan Resolusi “Jihad Kemanusiaan Melawan Terorisme”

Dr. KH. Samsul Maarif menjelaskan bahwa semua kitab kuning karya ulama salaf as-shahih yang dikaji di pondok-pondok pesantren selalu dimulai dengan bab al-thaharah yang membahas tentang air dan kebersihan.

“Ini ternyata luar biasa setelah saya hidup di Jakarta betapa persoalan air sangat krusial dan sangat penting. Apalagi orang muslim kebutuhan air luar biasa, seperti untuk wudhu saja minimal lima kali sehari dan mandi. Bahkan air menjadi isu global. Sebegitu pentingnya air, sehingga dalam hadits dikatakan bahwa ada tiga hal sebagai milik publik yaitu air, energi, dan pangan. Karena itu, negara melalui PAM JAYA harus hadir untuk memastikan warganya mendapatkan hak atas air bersih sebagai hak publik bagi warganya,” jelas Dr. KH. Samsul Maarif

Direktur Utama PAM JAYA H. Arief Nasrudin sebagai salah satu narasumber menyatakan bahwa soal air sejatinya bukan soal ketahanan, melainkan soal keamanan. Kalau ketahanan cocoknya untuk pangan dan energi.

“Sedangkan soal air termasuk menyangkut keamanan kita. Sebab air itu bukan hanya kebutuhan di luar diri kita an sich, melainkan juga kebutuhan inheren kita yang tidak bisa dipisahkan, juga untuk binatang, tumbuh-tumbuhan, pertanian, dan yang lainnya,” kata Arief.

Arief melanjutkan bahwa, air yang dihasilkan dari pipa PAM JAYA sudah bisa diminum. Hanya saja selama 25 tahun pipa-pinya sudah terkena korosi. Sehingga di saat pipa di rumah sudah di atas standar, maka itu sudah siap diminum.

Menurut dia, jika air PAM sudah siap diminum, maka bisa menekan efisiensi 300.000 sampai 600.000 perbulan. Saat ini, masyarakat umum tidak sadar bisa menghabiskan 900.000 untuk air.

“Kebutuhan air sangat tinggi di Jakarta, di siang hari 14 juta warga dan di malam hari 11juta. Karena itu, perlu adanya revitalisasi pipa-pipa air PAM JAYA, agar seluruh air bukan hanya bisa untuk mandi tapi juga bisa untuk minum kembali, agar bisa menghemat. Karena itu, PAM JAYA penting berkolaborasi dengan PWNU DKI Jakarta untuk melakukan sosialisasi ini ke masyarakat grass root, yang sebagian besar warganya adalah warga NU,” lanjut Arief.

Ketua panitia sekaligus ketua LBM PWNU DKI Jakarta KH. Mukti Ali Qusyairi menyatakan bahwa di dalam kitab Suluk al-Malik fi Tadbiyr al-Mamalik karya Syekh Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Aby al-Rabi, ulama abad ke-3 H., 12 abad yang silam, dalam konteks penataan kota persoalan pertama dan paling utama adalah pemenuhan air bersih untuk digunakan warganya baik yang dekat maupun yang jauh dari sumber mata air atau pusat PAM JAYA dalam konteks Jakarta.

Setelah air terpenuhi, kata dia, baru soal infrasturktur jalan, kesehatan, perumahan warga, pembangunan rumah ibadah di pusat kota, pembangunan pasar dan aktivitas ekonomi, keamanan, dan peran ulama, cendekiawan, ilmuan, dan saintis untuk memberikan pendidikan, pencerahan, dan kreativitas.

“Dalam kitab tersebut jelas ditegaskan bahwa pengelolaan air bagi warga adalah kewajiban pemerintah. Dan pemerintah telah menetapkan PAM JAYA untuk mengelola air bersih bagi warga kota. Memang harus satu pintu PAM JAYA yang menglelola, tidak banyak pintu, agar tidak ada persaingan antar perusahaan yang nantinya korbannya adalah warga sebagai konsumen,” terangnya.

KH. Taufik Damas menekankan agar harga air semurah mungkin, bila perlu 1 rupiah. Kebutuhan manusia terhadap air sama seperti kebutuhannya terhadap udara dan oksigen. “Sebab itu Islam menegaskan bahwa air adalah milik publik. Untuk itu, air jangan sampai disuastanisasi,” imbuhnya.

Pembicara terakhir Dr. KH. Endin AJ Soefihara, MMA menegaskan bahwa air semestinya menjadi hak publik atau public servis.

Namun, kata dia, boleh saja PAM JAYA mengambil bayaran, akan tetapi itu bukan untuk pembelian air melainkan untuk ongkos peralatan, pipa dan yang lainnya, maintenance (pemeliharaan) dan perawatan, dan gaji pekerja yang mengoperasionalkan serta memenejnya agar bisa berlajan, dan tidak merugi.

Acara tersebut dipandu oleh MC Kiyai Agus Khudhori, pembaca ayat suci Al-Quran KH. Nuruddin, derijen Kiyai Mohammad Khoiron, operator Kiyai Adepradiansyah, fotografer Kiyai Faruq Hamdi, dan penerima tamu dan kesekretariatan Putra, Faqih, Yanto, Diki, dan Finsky.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  7  =