Oleh: Archandra Tahar*
Channel9.id-Jakarta. Ketersediaan energi yang murah dan terjangkau menjadi perhatian utama bagi hampir semua negara di dunia. Energi yang mencukupi tidak hanya memberikan rasa aman bagi masyarakat, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, tidak semua negara memiliki sumber daya energi yang melimpah. Oleh karena itu, strategi yang matang sangat diperlukan agar negara-negara tersebut dapat bersaing dengan negara kaya sumber daya alam.
Jepang merupakan contoh negara yang minim sumber daya energi, namun memiliki tradisi inovasi dan pengembangan teknologi yang luar biasa. Dengan produksi minyak yang hampir tidak ada, Jepang mengkonsumsi sekitar 4 juta barel minyak per hari (bopd). Sementara itu, konsumsi gas bumi Jepang mencapai sekitar 12 miliar kaki kubik per hari (bcfd), dengan produksi yang sangat terbatas. Bandingkan dengan Indonesia yang memproduksi gas bumi sekitar 6-7 bcfd dan minyak sekitar 0,55 juta bopd.
Keterbatasan sumber energi domestik membuat Jepang sangat peduli terhadap keamanan energi. Negara ini menyadari bahwa ketergantungan pada impor yang besar dapat menempatkannya dalam posisi rentan, terutama saat terjadi konflik geopolitik, bencana alam, atau volatilitas harga energi global.
Lalu, bagaimana Jepang memenuhi kebutuhan energinya? Untuk memastikan stabilitas ekonomi dan kemandirian energi, Jepang membangun keamanan energinya melalui lima strategi utama.
1. Kerjasama Internasional
Strategi pertama adalah aktif melakukan kerjasama dengan negara-negara produsen minyak dan gas di seluruh dunia. Dengan dukungan pemerintah, perusahaan-perusahaan migas Jepang melakukan investasi di sektor hulu dan hilir di luar negeri. Salah satu contohnya adalah INPEX, yang berinvestasi di Lapangan Masela di Maluku dan lapangan Ichthys di Australia. Meskipun merupakan perusahaan publik, sebagian besar saham INPEX dimiliki oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang.
INPEX memproduksi sekitar 630 ribu bopd dan 8,9 juta ton per tahun (mtpa) LNG. Lebih dari 90% wilayah operasinya berada di luar Jepang, namun hasil produksinya kembali dibawa ke Jepang. Melalui strategi ini, sekitar 10% kebutuhan migas Jepang dipenuhi dari produksi INPEX di luar negeri.
2. Diversifikasi Sumber Energi
Strategi kedua adalah melakukan diversifikasi sumber energi. Jepang tidak bergantung hanya pada satu jenis sumber energi. Semua energi, baik fosil maupun non-fosil, tetap menjadi andalan dalam mencapai keamanan energi. LNG, batu bara, dan minyak bumi masih menjadi pilihan utama, bahkan konsumsi batu bara Jepang lebih tinggi daripada Indonesia.
3. Investasi di Energi Terbarukan
Strategi ketiga adalah meningkatkan investasi di energi terbarukan. Setelah kecelakaan di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima, Jepang mulai membangun banyak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Saat ini, energi terbarukan menyuplai sekitar 20% dari total kebutuhan energi Jepang.
4. Penggunaan Energi Nuklir
Meskipun insiden Fukushima menciptakan trauma, Jepang tetap membuka opsi untuk menggunakan energi nuklir. Beberapa reaktor yang sempat dimatikan kini mulai ditinjau kembali. Sekitar 6%-8% dari campuran energi Jepang berasal dari nuklir, dan ke depannya, kontribusi nuklir diharapkan akan terus berlanjut dan meningkat.
5. Cadangan Energi Strategis
Strategi kelima adalah membangun cadangan strategis untuk minyak dan gas alam. Jepang tidak hanya menyimpan minyak mentah, tetapi juga hasil olahan kilang. Saat ini, Jepang memiliki cadangan strategis minyak sebesar 400 juta barel, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 90 hari tanpa impor.
Berbicara mengenai biaya, untuk membangun dan menyimpan cadangan strategis ini, dengan asumsi harga rata-rata minyak mentah sebesar USD 85 per barel, pemerintah Jepang perlu mengeluarkan sekitar USD 34 miliar atau setara dengan Rp 527 triliun. Dengan bunga pinjaman sekitar 5%, cicilan bunga tahunan yang harus dibayar Jepang untuk mempertahankan cadangan tersebut mencapai Rp 26 triliun. Belum termasuk cicilan pokok utang sebesar Rp 527 triliun, sehingga membangun cadangan strategis tidaklah murah.
Namun, muncul pertanyaan, adakah strategi membangun cadangan strategis tanpa banyak mengeluarkan biaya? Jawabannya tentu ada, tergantung pada strategi yang diterapkan untuk mengamankan suplai energi saat krisis. Diskusi lebih lanjut mengenai cadangan strategis yang ekonomis bisa kita bahas di kesempatan lain.
Baca juga: Menghitung Akuisisi Aset Minyak dan Gas (Penutup)
**Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo