Lulu H
Ekbis

Lulu Hypermarket Tutup, APPBI Ungkap Alasan Minimarket Relatif Lebih Kuat

Channel9.id, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyebut kategori usaha minimarket memiliki fleksibilitas lebih tinggi dibanding model hypermarket ke depannya. Sebab, kata dia, model usaha terakhir relatif memerlukan persyaratan ataupun berbagai kondisi yang lebih tinggi seperti misalnya lokasi, investasi, segmen dan sebagainya.

Seperti diketahui, Lulu Hypermarket menutup seluruh gerainya di Indonesia per 30 April kemarin. Ritel yang diresmikan Presiden Jokowi pada 2017 lalu, disebutkan investasi awal Lulu Hypermarket sebesar USD300 juta.

“Sudah beberapa waktu kategori usaha hypermarket berada dalam tekanan yang mana ditandai dengan penutupan total secara permanen beberapa merek usaha dan pengurangan jumlah gerai dari beberapa merek usaha,” ujarnya, Selasa (6/5/2025).

Dia pun memproyeksikan industri ritel modern, khususnya kategori usaha Hypermarket akan terus menghadapi tekanan hebat sepanjang tahun 2025.

Alphonzus enjelaskan tekanan ini bukan hanya terlihat dari penutupan permanen sejumlah merek besar, tetapi juga dari pengurangan jumlah gerai secara signifikan di berbagai kota besar seperti Jakarta.=

Kondisi tersebut, diperkirakannya masih akan terus terjadi yang mana disebabkan oleh perubahan tren ataupun gaya berbelanja konsumen akibat telah terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat terutama di kota – kota seperti salah satunya adalah Jakarta.

Namun, sebutnya, kategori usaha supermarket dan minimarket masih akan terus bertumbuh pada tahun 2025 ini.

Selain itu, dampak pandemi Covid-19 juga telah mempengaruhi gaya berbelanja masyarakat dimana pada saat pandemi masyarakat membeli kebutuhan hanya secukupnya dan seperlunya saja serta membeli di lokasi terdekat dengan rumah akibat pemberlakuan berbagai pembatasan oleh pemerintah.

“Sebelumnya, masyarakat biasanya membeli kebutuhan dalam jumlah relatif cukup banyak seperti misalnya belanja mingguan dan belanja bulanan di hypermarket yang mana sekarang tren ini sudah jauh berkurang,” jelasnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, daya saing harga juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi bisnis supermarket, minimarket dan hypermarket.

Supermarket apalagi minimarket memiliki fleksibilitas usaha yang lebih tinggi sehingga biaya operasional relatif bisa lebih efisien, yang pada akhirnya mempengaruhi harga jual barang / produk.

Meski demikian, dia melihat permasalahan paling mendasar yang terjadi saat ini adalah menurunnya daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah bawah.

Dia meminta pemerintah harus lebih serius dalam menangani daya beli masyarakat melalui penyediaan ataupun pemberian stimulus yang berdampak secara langsung untuk mengangkat daya beli masyarakat.

Sisi lain peritel juga merespons secara positif momen Idulfitri yang baru saja berlalu mampu memberikan kontribusi peningkatan kinerja meski tidak signifikan yaitu rata – rata hanya sekitar 10% saja.

Namun setelah momen tersebut, peritel mengkhawatirkan periode low season yang panjang dan dalam. Guna menyiasatinya, peritel akan lebih gencar melakukan beragam program belanja dan promo.

“Namun promo dan program belanja ini hanya sementara waktu untuk memperpendek low season yang penting memperbaiki daya beli,” tekannya.

Dia menegaskan tidak akan ada manfaatnya jika hanya mendorong tingkat kunjungan saja tanpa disertai ataupun dibarengi dengan upaya peningkatan daya beli masyarakat oleh pemerintah.

Tak hanya itu, menurutnya pusat perbelanjaan kini tidak bisa lagi hanya sekadar tempat belanja. Fungsi tersebut harus ditambahkan sebagai fungsi interaksi sosial dan pengalaman pelanggan sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang suka berkumpul secara langsung dan bukan di dunia maya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

71  +    =  74