Channel9.id, Jakarta – PDIP dan Partai Gerindra menyoroti kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang menelurkan aturan untuk membuka kembali ekspor pasir laut setelah ditutup selama lebih 20 tahun. Apalagi, aturan ekspor pasir laut itu diteken di ujung pemerintahan Jokowi yang akan berakhir pada Oktober mendatang.
Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus berpandangan bahwa kebijakan tersebut kontras dengan sikap Pemerintah RI yang kerap membicarakan tentang menjaga lingkungan untuk mengatasi perubahan iklim.
Dia mengatakan ekspor pasir laut diketahui merusak lingkungan sehingga praktiknya dihentikan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri pada awal 2000an lalu.
Dulu kan dihentikan kenapa, karena dulu sangat merusak. Tidak saja di laut. Karena merusak biota, atau katakanlah ekologi gitu ya, di laut,” kata Deddy, dikutip Senin (23/9/2024).
“Tapi juga kemudian dia merusak pulau-pulau. Jadi pulau-pulau pesisir kita itu banyak yang rusak karena penambangan pasir yang masif dulu,” sambungnya
Deddy menilai seharusnya pemerintah melakukan kajian yang mendalam sebelum kembali membuka keran ekspor pasir laut.
Ia mengatakan kajian itu juga harus melibatkan BRIN dan lembaga penelitian kredibel lain untuk menentukan sedimen laut apa saja yang layak untuk diekspor.
“Jadi itu akal-akalan saja menurut saya. Ini menurut saya hanya untuk keuntungan segelintir orang,” ujar dia.
Senada, Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani mengatakan pihaknya mengusulkan agar keputusan membuka lagi ekspor pasir laut itu ditunda dulu.
“Ya, saya mengusulkan, kalau bisa, rencana ekspor pasir-laut, kalau memungkinkan, ditunda dulu,” kata Muzani kepada wartawan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (21/9/2024).
Muzani lalu mengusulkan agar pemerintah meminta masukan kepada sejumlah pakar sebelum melakukan ekspor pasir laut. Menurutnya, itu akan menujukan plus dan minusnya.
“Ya, ini pandangan kami. Ada baiknya juga pandangan dari para ahli ekonomi, ahli ekologi, ahli lingkungan. Untuk kita perhatikan bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan,” ungkap dia yang juga Wakil Ketua MPR itu.
“Meskipun dari sisi perekonomian, juga kita akan mendapatkan faedah dan nilai tertentu dari jumlah ini,” sambung Muzani.
Menurutnya pemerintah tak perlu tergesa-gesa membuka ekspor pasir laut, tapi wajib mengecek ulang manfaat dan kerugiannya.
“Ya, ini, kalau memungkinkan, dicek dulu dari kegiatan ini antara manfaat dan mudaratnya. Ketika mudaratnya lebih besar dari pendapatan perekonomian yang kita dapatkan, tentu saja itu adalah sebuah kegiatan yang akan menjadi beban bagi kehidupan kita berikutnya,” jelas dia.
Larangan ekspor pasir laut yang sudah berjalan selama 20 tahun sejak masa kepemimpinan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri kini disebut dibuka kembali di ujung masa kepresidenan Joko Widodo (Jokowi) pada 2024 ini.
Pembukaan kembali ekspor pasir laut diatur lewat Permendag 20/2024 dan Permendag 21/2024 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Berdasarkan aturan tersebut, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut sebagai upaya pengendalian hasil sedimentasi di laut. Belakangan Jokowi berdalih yang diekspor itu bukanlah pasir laut, melainkan hasil sedimentasi laut.
“Yang dibuka itu sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal. Sekali lagi bukan, kalau diterjemahkan pasir, beda lho ya,” kata Jokowi di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2024).
“Sedimen itu beda, meskipun wujudnya juga pasir, tapi sedimen. Coba dibaca di situ, sedimen,” imbuh pria yang akan mengakhiri masa jabatannya pada Oktober mendatang.