Lifestyle & Sport

Perlunya Pendidikan Seks untuk Hindari Kekerasan Seksual Pada Anak

Channel9.id-Jakarta. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkapkan bahwa kasus kekerasan pada anak, terutama kekerasan seksual, meningkat. Berdasarkan Sistem Informasi Online dan Anak (Simfoni PPA), tercatat bahwa jumlah kekerasan anak di 2022 mencapai 16.106 kasus.

Dari jumlah kasus tersebut, kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang paling banyak terjadi. Di 2022, ada 9.588 anak menjadi korban. Angka ini melesat tinggi dibandingkan 2019 yang mencatatkan 6.454 kasus, 2020 dengan 6.980 kasus, dan 2021 dengan 8.703 kasus.

Sebanyak 53 persen kasus itu terjadi di lingkup rumah tangga. Menurut Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, angka ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan kerap terjadi di lingkungan terdekat.

“Kita diingatkan bahwa ada suatu kondisi dengan penekanan bahwa Indonesia darurat kekerasan seksual anak,” ujar Nahar, Jumat (27/1). “Kasus itu modusnya sangat beragam dan bervariasi, seringkali nggak habis pikir kenapa kasus itu terjadi, nggak habis pikir teman melakukan kekerasan ke temannya, ibu melakukan kekerasan ke anaknya, ayah ke putrinya, terus lokasi kejadian ada di rumah tangga di sekitar rumah, dari pelakunya bisa keliatan, pelakunya teman dekat, pacar, orangtua, kejadian-kejadiannya sangat tidak bisa dimengerti oleh akal.”

Nahar menilai bahwa salah satu faktor terjadinya kekerasan seks pada anak adalah paparan porno. Salah satu kasus yang ia sorot adalah perkosaan anak TK yang dilakukan bocah SD di Jawa Timur.

“Sangat tidak bisa dimengerti oleh akal, modusnya macam-macam bahkan sampai kepada contoh misalnya gara-gara orangtua lupa taruh HP, anak melihat isi HP ortu, yg mengandung unsur pornografi kemudian dalam prosesnya dia addict, kemudian dia pgn membuktikan contoh-contoh yang ada di HP itu kemudian muncul lah kasus-kasus seperti ini terakhir di Mojokerto,” sebutnya, Jumat (27/1).

Menurutnya, ada 970 aduan kasus kekerasan pada anak sepanjang tahun 2022 yang diterima KemenPPPA. Sebanyak 557 di antaranya merupakan anak korban kejahatan seksual.

Lebih lanjut, Nahar mendorong Kurikulum Kesehatan Reproduksi diterapkan guna menekan angka kasus kekerasan seksual anak. Diketahui, selama ini materi kesehatan reproduksi diserahkan pada masing-masing sekolah. Oleh karena ini, tak ada standar khusus soal pembelajaran atau edukasi seks sejak dini. Meski begitu, pihaknya sudah mengkoordinasikan kemungkinan penetapan kurikulum itu bersama Kemendikbudristek.

Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Ciput Eka Purwanti menambahkan bhwa harus ada modul khusus terkait buku kesehatan reproduksi. “Memang harus dibuat, ditetapkan, kemudian juga modulnya distandarkan, ada banyak juga kekhawatiran terbit buku-buku kesehatan reproduksi tetapi juga mengajarkan penyimpangan seksual. Ini kan yang dikhawatirkan,” sambungnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6  +  1  =