Channel9.id – Jakarta. Notaris sekaligus pengamat perkoperasian Dewi Tenty Septi Artiany menerbitkan buku terbarunya berjudul ‘Gelombang Pasang Koperasi Simpan Pinjam Indonesia’. Buku ini merupakan hasil refleksi Dewi atas kondisi perkoperasian di Indonesia saat ini yang menimbulkan ambiguitas dan kebingungan tentang arah koperasi ke depannya.
Dalam buku ini, Dewi berhasil merangkum secara komprehensif mengenai situasi perkoperasian di Indonesia dalam enam bab. Mulai dari penguraian sejarah perkoperasian dunia, perkoperasian di Indonesia, situasi Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia, masalah yang membelit koperasi di masa pandemi, hingga diakhiri dengan rekomendasi Dewi untuk mengembalikan jargon ‘soko guru perekonomian nasional’ bagi koperasi yang kini sudah berjalan selama tujuh dekade.
Buku ini menjadi buku ke-5 Dewi yang mengangkat tema pasang surut regulasi koperasi yang berimbas kepada eksistensi koperasi di Indonesia. Lebih spesifik, lulusan Doktoral Universitas Padjajaran ini membedah karut-marutnya situasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di Indonesia.
Tak dapat dipungkiri, saat ini, berbagai koperasi yang memakai label ‘simpan pinjam’ kerap kali bermasalah, seperti kredit macet, gagal bayar, investasi bodong, hingga berujung pada kepailitan.
Padahal, merujuk pada definisinya, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum koperasi yang kegiatannya berlandaskan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan asas kekeluargaan.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam acara peluncuran buku ‘Gelombang Pasang Koperasi Simpan Pinjam Indonesia’ yang diselenggarakan Kelompok Notaris Pendengar, Pembaca, dan Pemikir (Kelompencapir) pada Diskusi ke-42 di Tamarind & Lime, Senopati, Jakarta Selatan, Kamis (27/7/2023).
Namun, menurut Purbaya, saat ini koperasi diselimuti berbagai masalah. Selain itu, peran koperasi saat ini juga semakin terpinggirkan.
“Tapi ada masalah, peran koperasi cenderung terpinggirkan. Lebih lanjut kenyataannya saat ini koperasi salah tata kelola, gulung tikar, bahkan pailit,” kata Purbaya.
Ia pun berharap buku ini dapat menambah pengetahuan masyarakat agar terhindar dari penipuan berjubah koperasi yang saat ini tengah marak.
“Ini suatu topik yang selalu menjadi pembicaraan kita di saat ancaman krisis. Dan semoga buku ini dapat menambah literasi keuangan kepada masyarakat kebanyakan agar terhindar dari penipuan investasi berkedok koperasi,” kata Purbaya penuh harap.
Hadir secara virtual, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengapresiasi buah pikir Dewi yang tertuang dalam buku ‘Gelombang Pasang Koperasi Simpan Pinjam Indonesia’.
Dalam sambutannya, Bamsoet menyoroti dunia perkoperasian saat ini yang tengah dihadapkan dengan berbagai tantangan. Terlebih lagi, koperasi simpan pinjam dari seluruh Indonesia sangatlah banya, yakni berjumlah 1.354 unit, sebagian besar sekitar 80 persen didominasi oleh sektor keuangan skala mikro.
“Dewasa ini, dengan skema kurs yang semakin melonjak dan penetrasi bank yang semakin massif, maka pada tahun 2023 diprediksi menjadi tahun yang sulit bagi koperasi simpan pinjam untuk dapat bertahan,” tutur Bamsoet.
Tantangan lainnya, menurut Bamsoet, yakni mengenai modernisasi yang mengarah pada kemajuan teknologi. Dengan begitu, koperasi saat ini harus mampu berjibaku dengan tantangan tersebut untuk dapat tetap bertahan.
“Jadi menurut saya memang tantangan koperasi ini sangat berat, apalagi itu ke depan modernisasi, kemajuan teknologi informasi, teknologi keuangan, semakin maju. Jadi menurut saya harus ada berbagai terobosan yang mampu memodernisasi koperasi sesuai kemajuan teknologi yang ada saat ini,” ungkapnya.
Acara tersebut juga dihadiri Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi. Melihat kondisi perkoperasian Indonesia saat ini, Fathan menuturkan, buku yang ditulis Dewi ini dapat memberikan landasan baru bagi pemerintah untuk merancang suatu sistem ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat.
“Jadi saya kira buku ini memberikan landasan baru bagi kita bahwa memang saatnya pemerintah beralih dari kebijakan ekonomi yang people, yang pro rakyat, pro pertumbuhan tapi berkeadilan. Ini yang selalu kita sampaikan ke Kementerian Keuangan ketika kita memberikan catatan,” ujar Fathan.
Menutup sambutannya, Fathan memberikan pantun kepada para hadirin peluncuran buku Dewi yang terdiri dari notaris, pegiat koperasi dan UMKM, para anggota DPR, perwakilan Kementerian Koperasi dan UMKM, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan lainnya.
“Jalan-jalan ke Jogja, jangan lupa beli peci. Kalau Indonesia mau merdeka, harus berlandaskan koperasi,” pungkas Fathan.
Selanjutnya, apresiasi juga datang dari Ekonom Konstitusi sekaligus Konsultan Manajemen pada Decori Consulting and Partner, Defiyan Cory. Ia mengatakan, buku yang ditulis Dewi ini merupakan bunga di tengah musim kering koperasi saat ini.
“Apresiasi atas terbitnya buku yang menurut saya ini adalah sebuah bunga di musim kering koperasi saat ini. Jadi Ini sebuah inspirasi bagi semangat teman-teman koperasi,” ungkap Defiyan.
Notaris Lulusan Fakultas Ekonomi UGM ini menyebut buku ini dapat menambah referensi bagi para pegiat dan mereka yang berprofesi di bidang hukum. Sebab, menurut Defiyan, masalah yang menyangkut koperasi didominasi oleh masalah-masalah terkait hukum.
“Sehingga ketika bicara koperasi simpan pinjam, orang lupa, apa betul yang menjelekkan koperasi itu beraktivitas seperti prinsip koperasi. Jangan dengan nama koperasi yang digunakan untuk memperburuk citra koperasi sehingga masyarakat tidak tertarik,” beber Defiyan.
Menyoroti situasi perkoperasian Indonesia saat ini, anggota Komisi VI DPR RI Tommy Kurniawan mengakui bahwa pemerintah cenderung tidak begitu peduli terhadap koperasi.
“Beda halnya dengan UMKM. UMKM itu yang mengurus sekitar 16 atau 17 K/L yang ada di pemerintah. Koperasi itu hanya 1 di Kementerian Koperasi, itupun hanya 1 deputi, dan anggarannya juga cuma puluhan miliar,” ungkap Tommy.
“Sementara, permasalahan koperasi begitu besar. Kalau ditotal dari 8 koperasi yang bermasalah itu totalnya sampai kalau gak salah Rp88 triliun,” sambungnya.
Perumus dari revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi ini pun berkomitmen untuk selalu mendorong pemerintah agar memberikan perhatian yang lebih terhadap koperasi.
“Kita akan dorong terus bagaimana pemerintah agar bisa lebih memperkuat koperasi, kita juga di DPR ingin undang-undangnya memperkuat itu,” tegas Tommy.
HT