Channel9.id-Jakarta. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui ada sejumlah masalah dalam penyerapan anggaran di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengatasi pandemi Covid-19. “Ada beberapa kementerian yang disinggung, pertama Kemenkes dengan anggaran cukup besar, tapi serapan anggaran 1,53 persen. Setelah kami dalami ada beberapa persoalan, pertama, masalah koordinasi antara pemerintah daerah, BPJS, Kemenkes, itu juga sedang dibenahi,” ujarnya seperti dikutip Antara, Senin, 29 Juni 2020.
Dalam sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020, Presiden Joko Widodo menegur dengan keras penyerapan anggaran di bidang kesehatan baru 1,53 persen dari total anggaran yang disiapkan sebesar Rp75 triliun. Akibatnya, menurut Presiden Jokowi, uang beredar di masyarakat seluruhnya terhenti di sana.
“Ini masalah koordinasi sering mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan, tapi ada langkah-langkah yang sudah dilakukan Kemenkes untuk mengnyinergikan kekuatan ini untuk mencari solusi bersama,” ujar Moeldoko.
Masalah selanjutnya adalah pada proses verifikasi data tenaga kesehatan. “Verifikasi data tenaga kesehatan juga perlu ada koordinasi, jangan sampai ada salah sasaran dan masalah ketiga ada regulasi Kemenkes yang lama menghadapi situasi seperti ini. Regulasi itu tidak cocok lagi, jadi perlu ada perbaikan,” kata Moeldoko.
Intinya, menurut Moeldoko, dalam situasi pandemi Covid-19, perlu ada langkah-langkah baru yang dilakukan Kemenkes. Menurut dia, tingkat kegemasan Presiden terhadap mandeknya penyerapan anggaran dan lambatnya penanganan Covid-19 sudah mendekati puncak.
“Gemasnya Presiden dari angka 1-5 sudah mendekati angka 5. Presiden ingin skema bantuan tadi, bansos, bantuan ekonomi dan keuangan itu tidak telat, kalau terlambat Presiden mengatakan dunia usaha sudah mati, UMKM sudah mati juga,” kata Moeldoko. “Ini peringatan kesekian kalinya bukan baru kali ini, kalau terlambat, sudah bahaya.”
Dalam arahan 18 Juni 2020 tersebut, Presiden Jokowi bahkan membuka opsi reshuffle menteri atau pembubaran lembaga yang masih bekerja biasa-biasa saja. “Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya, entah buat perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, kalau bapak ibu tidak merasakan itu sudah,” kata Jokowi.