Channel9.id, Jakarta – Serangan udara Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran menambah ketegangan di kawasan Timur Tengah, meski otoritas Saudi dan Iran menyatakan tidak ditemukan indikasi kebocoran radiasi. Langkah militer sepihak ini menuai kekhawatiran internasional, di tengah situasi geopolitik yang sudah panas akibat konflik regional dan ketidakpastian diplomatik.
Pemerintah Arab Saudi mengumumkan pada Minggu (22/6/2025) bahwa tidak terdeteksi efek radiasi di wilayah Teluk, sehari setelah AS membombardir tiga situs nuklir Iran—Fordow, Natanz, dan Isfahan. Iran juga menyatakan tidak ada pelepasan bahan radioaktif berdasarkan hasil pemantauan sistem keselamatan nasional mereka.
Namun, serangan yang diklaim “berhasil” oleh Presiden AS Donald Trump itu mengundang reaksi keras dari Teheran. Badan Energi Atom Iran (AEOI) menyebut tindakan AS sebagai pelanggaran hukum internasional dan memperingatkan bahwa langkah tersebut tidak akan menghentikan ambisi nuklir nasional mereka.
“Ini adalah penyerangan brutal terhadap fasilitas damai,” demikian pernyataan AEOI yang dikutip kantor berita IRNA. Iran juga menegaskan bahwa penduduk di sekitar situs tidak berada dalam bahaya.
Sementara itu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) turut memastikan bahwa serangan tersebut tidak menyebabkan kebocoran radiasi yang terukur, namun menekankan perlunya menahan diri dan dialog untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
Trump, melalui platform Truth Social, menyatakan bahwa seluruh pesawat pembom AS berhasil kembali dengan selamat dan menyerukan “saatnya untuk damai”. Namun, pernyataan ini dianggap paradoksal oleh sejumlah pengamat, mengingat serangan dilancarkan meski intelijen AS belum menemukan bukti bahwa Iran tengah membangun senjata nuklir.
Serangan itu terjadi di tengah rangkaian gempuran militer Israel terhadap target-target strategis Iran, termasuk sistem pertahanan dan fasilitas pengayaan uranium. Serangkaian aksi militer tersebut meningkatkan risiko konflik terbuka yang dapat menyeret lebih banyak negara di kawasan dan mengganggu stabilitas energi global.
Langkah agresif AS ini juga dipertanyakan oleh sejumlah sekutu Washington, yang menilai bahwa jalur diplomasi seharusnya tetap diutamakan. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Dewan Keamanan PBB terkait legalitas serangan tersebut.