Channel9.id – Jakarta. Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Regulasi dan Pendidikan Tinggi Ahmad Ramli mendorong pemerintah daerah (pemda) membentuk merek kolektif. Nantinya, semua orang termasuk koperasi dan pelaku UMKM bisa masuk ke dalam merek kolektif tersebut.
“Merek kolektif di UU merek yang sekarang berlaku kita ajak untuk didaftarkan oleh pemda. Jadi pemda mendaftarkan sebuah merek tertentu kemudian merek itu boleh digunakan oleh banyak orang termasuk koperasi dan UMKM,” kata Ahmad Ramli dalam Seminar yang diadakan Kelompok notaris pendengar, pembaca, dan pemikir (Kelompencapir) untuk memperingati HUT ke-2 di Lagoon Gorden Hotel Sultan, Jakarta, Jumat 14 Januari 2022.
Menurut Ahmad Ramli, merek kolektif yang didaftarkan oleh pemda akan lebih mudah meyakini konsumen. “Saya contohkan begini, misal pemprov DKI mendaftarkan satu merek namanya kuliner sehat DKI, kemudian penjual bakso, penjual ketoprak, apapun itu lah boleh menggunakan merek itu dengan syarat dia memenuhi kualitas tertentu,” ujarnya.
“Dengan demikian, ketika orang-orang melihat ada ketoprak itu, semua yakin makan di situ tanpa perlu ke restoran. Jadi orang akan turun ke kaki lima, tapi dia meyakinkan itu bisa dimakan,” lanjutnya.
Ahmad Ramli menilai, melek kolektif yang dibuat pemda akan lebih mudah menembus pasar nasional bahkan global. Tidak hanya sampai situ, Ahmad Ramli juga memiliki ide supaya membentuk Indonesia brand. Dia meyakini, brand ini bisa mengangkat produk-produk UMKM menjadi brand nasional bahkan brand nasional.
“Nah nanti kita bisa buat pemeran internasional yang diisi produk-produk UMKM kita. Merek ini juga merek dari produk berkualitas yang sudah diseleksi. Kepercayaan konsumen domestik dan internasional menjadi lebih yakin dan kemudian original dan produknya itu bisa kita pasarkan juga di marketplace,” ujarnya.
Selain itu, dia menyarankan para pelaku UMKM dan koperasi yang telah membuat merek kolektif harus dijaga kualitasnya untuk mempertahankan reputasi merek. “Lalu saya ingin menyatakan pelaku UMKM dan koperasi harus didorong supaya tidak melanggar atau menjiplak merek lain. Karena apa? Ketika kita produksi sesuatu dan kita kasih merek terkenal orang lain mungkin laku tapi kita bersoal hukum dan itu akan mematikan usaha sendiri,” lanjutnya.
Baca juga: Peringati HUT ke-2, Kelompencapir Gelar Seminar Merek Kolektif Solusi Bagi Koperasi dan UMKM
Baca juga Merek kolektif : Jawaban Di Masa Disrupsi
Dia pun menyarakankan pelaku UMKM memanfaatkan teknologi digital untuk pemasaran. Menurutnya, saat ini pelaku UMKM bisa memanfaatkan e-commerce untuk memasarkan produknya.
“Adapun nilai transaksi e-commerce mencapai Rp266,3 triliun pada 2020 dan tidak kurang dari 64 juta UMKM kita ini ada dan penyumbang ekonomi terbesar adalah UMKM. Dan strategi yang kita bangun untuk mengangkat merek adalah dengan cara kita trendingkan. Tidak ada yang sekarang kita bisa jualan kalau tidak viral. Kalau dulu biaya iklan mahal sekali. Kalau sekarang saluranya menjadi sangat banyak, sosial media bisa menjadi kanal,” ujarnya.
Kendati demikian, dia meminta pelaku UMKM untuk memperhatikan produk apa yang laku di marketplace. Jangan pilih produk yang tidak laku di marketplace.
Di kesempatan sama, Direktur Perdata Kemenkumham RI Santun Masoari menyampaikan, merek kolektif merupakan kekayaan intelektual industri. Oleh karena itu, merek kolektif dilindungi secara hukum oleh pemerintah Indonesia.
“Merek itu merupakan bagian dari karya intelektual. Misalnya berbicara Coca-Cola, isinya adalah bagian dari patennya dan rahasianya komposisinya itu adalah bagian dari rahasia dagang dan kemasannya gimana itu bagian dari desain industri dan merek lainya,” kata Santun.
Menurut Santun, merek kolektif yang merupakan kekayaan intelektual merupakan salah satu indikator kemajuan bangsa. “Apalagi merek kolektif memiliki potensi yang besar karena bisa memperlihatkan potensi sumber daya alam, keanekaragaman hayati, keberagaman budaya, dan inovasi bangsa Indonesia,” katanya.
Selain kedua ahli itu, seminar ini mengundang beberapa narasumber yang ahli di bidangnya. Mereka yakni Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Kemenkop dan UKM RI Henra Saragih, Direktur Umum PT Sarinah Fetty Kwartati, Ketua Umum Bumi Alumni Ary Zulfikar, Direktur Hubungan Kelembagaan PT Mandiri Rohan H,
Ketua PBA: Merek Kolektif Solusi Selesaikan Masalah Modal Hingga Pemasaran
Ketua Umum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) Ary Zulfikar alias Azoo menyampaikan, merek kolektif dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah para pelaku UMKM. Masalah itu mulai dari modal hingga pemasaran.
Hal itu disampaikan Azoo dalam Seminar bertajuk ‘Merek Kolektif Sebagai Solusi Bagi Koperasi dan UMKM untuk Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian Melalui Ekonomi Kreatif Pada Era Disrupsi’ di Lagoon Gorden Hotel Sultan, Jakarta, Jumat 14 Januari 2022. Seminar ini diadakan oleh Kelompok notaris pendengar, pembaca, dan pemikir (Kelompencapir) untuk memperingati HUT yang ke-2.
Azoo mengakui mengetahui masalah itu dari survei yang dilakukan terhadap para pelaku UMKM yang tergabung sebagai anggota PBA, UMKM Alumni Unpad, dan Koperasi UMKM Alumni Indonesia (Kuali).
“Masalah pertama, jualan kalau ada waktu. Kedua, jualan kalau ada modal yang modalnya itu dari uang sendiri. Masalah ketiga, membuat merek produk hanya yang terlintas dipikiran saja, tidak dicek lagi. Ini jadi risiko. Kalau misalkan sudah dijual dan laku, tapi tahu-tahu digugat kan repot. Masalah lainnya itu jualannya hanya kepada kolega, kerabat, tetangga, dan sebagainya,” ujar Azoo.
Di samping masalah itu, pelaku UMKM yang ingin mendaftarkan merek dari produknya secara individual, perlu mengeluarkan biaya tambahan seperti membayar biaya konsultan HAKI.
“Untuk mendaftar merek individu saja mesti pakai konsultan HAKI, begitu daftar lalu konsultan ngasih biaya, mundur semua. Apalagi harus melalui pemeriksaan tahap demi tahap yang notabenenya bisa hampir dua tahun baru bisa keluar sertifikat mereknya,” ujarnya.
“Jadi banyak biaya yang menjadi tanggungan pelaku UMKM kalau mau buat produk, belum biaya bahan baku, biaya gaji karyawan, biaya kemasan, biaya perizinan, urus hallal, PIRT, BOM, itu semua biaya,” lanjut Azoo.
Dalam situasi itu, Azoo menilai peran merek kolektif sangat dibutuhkan. Pelaku UMKM yang bergabung ke merek kolektif akan mendapatkan banyak kemudahan dan tidak perlu memikirkan biaya untuk mendaftarkan merek. Sebab, pengurus inti dari merek kolektif sudah menyelesaikan masalah hal itu.
Salah satu merek kolektif yang ada di Indonesia yakni Lupba. Adapun Lupba merupakan merek kolektif yang dibuat oleh PBA. Hingga saat ini, Lupba sudah memiliki 26 produk yang menjual teridiri dari jenis kripik, bawang, susu, dan sebagainya. Keuntungan mendaftar merek kolektif Lupba akan memperoleh joint marketing sebab Lupba memiliki gerai offline dan online.
“Kita punya 3 kafe Lupba, dan 1 cuPBA café. Dan selanjutnya kita juga punya namanya marketplace mandiri. Tapi kita juga ada di marketplace seperti Tokopedia, Blibi, Shopee, bahkan Sarinah online juga ada,” ujarnya.
Di samping itu, Azoo menjelaskan, sejak 1992 hingga Desember 2021, total hanya ada 67 merek kolektif yang terdaftar dan sedang diajukan dalam 71 kelas barang dan jasa.
Dari 67 pemohon, merek kolektif yang terdaftar pada kelas jasa ada 38 merek kolektif. Dari 38 jasa ini ada tiga kategori terbesar. Ketiga paling akhir yakni kelas 43 yang ada 8 merek. Mereka fokus kepada layanan f&b, akomodasi, kedai kopi dan restoran.
Kategori kedua terbesar adalah kelas 41. Kelas 41 itu ada 9 merek di mana itu bergerak untuk perkumpulan pendidikan, hiburan, dan turunannya.
“Yang paling besar adalah untuk kelas 35. Kelas 35 untuk jasa penjualan toko, jasa manajemen, grosir, dan retail,” ujarnya.
Sedangkan, untuk merek kolektif kelas barang ada 33 kelas barang. Sampai dengan Desember 2021 ada tiga kelompok besar. Terbesar ketiga yakni kopi, teh, dan turunannya yang masuk kelas 30 dengan 4 merek. Kemudian, yang kedua terbesar kelas 9 untuk website, aplikasi dan software sebanyak 5 merek.
Selanjutnya yang terbanyak 29 untuk kelas produk makanan (kripik, bawang, susu dll) ada 8 merek. “Nah Lupba ada di posisi kelas 29-30. Nah Lupba ini merupakan produk yang saat ini diproduksi dan didaftarkan kelas 29-30 untuk produk makanan (keripik, bawang, susu, dll),” kata Azoo.
Adapun Direktur Utama PT Sarinah (Persero) Fetty Kwartati menyampaikan, Sarinah berkomitmen menjadi wadah para pelaku UMKM untuk memperkenalkan produknya. Hal ini sejalan dengan khitah Sarinah untuk mengembangkan keunggulan UMKM nasional.
“Dan ini sejalan dengan tujuan Bung Karno mendirikan Sarinah yang sudah tentu untuk ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan itu saat ini direpresentasikan melalui UMKM,” kata Fetty.
Terlebih berdasarkan survei, sebanyak 85 persen anak muda menyukai brand lokal dibanding brand luar negeri. Ini menjadi peluang bagi Sarinah untuk terus meningkatkan brand lokal yang direpresentasikan melalui UMKM.
Fetty menambahkan, Sarinah juga berkeinginan menjadi nation brand sehingga masyarakat bisa bangga dan terus mengunjungi Sarinah. “Dan memunculkan gerakan lokal brand,” kata Fetty.
Fetty menyampaikan, Sarinah saat ini fokus kepada empat bisnis yaitu retail, trading, digital, dan property. Dalam hal ini, Sarinah menyediakan saluran distribusi untuk memamerkan dan menjual produk-produk brand lokal maupun merek kolektif melalui gerai-gerainya yang ada di Indonesia.
Adapun seminar ini dihadiri oleh Insiator Kelompencapir Dewi Tenty. Seminar ini juga mengundang narasumber yang ahli berbicara soal merek kolektif dan UMKM. Mereka yakni Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop dan UKM RI Ahmad Zabadi, Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Kemenkop dan UKM RI Henra Saragih, Direktur Hubungan Kelembagaan PT Mandiri Rohan H, Direktur Perdata Kemenkumham RI Santun M, Staf Khusus Menkominfo Ahmad Ramli, Senior Vice President Micro Development & Agent Banking Bank Mandiri, Ashraf Farahnaz, dan Staf Ahli Kemenparekraf Ari Juliano Gema.