Nasional

Waka BPIP: Integritas dan Kedisiplinan Bagian Penting Etika Legislator

Channel9.id-Yogyakarta. Wakil Kepala (Waka) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Karjono menekankan pentingnya etika dan integritas, kedisiplinan, serta tanggung jawab sebagai bagian dari etika legislator muda. Hal itu disampaikan Karjono saat acara Program Sekolah Legislawi bertema “Kampus Bela Negara: Membangun Semangat Legislator Muda untuk Indonesia yang Kuat”, pada Sabtu (16/9/2023).

Acara yang dihadiri oleh delegasi organisasi mahasiswa (ORMAWA) dari beberapa perwakilan universitas di Yogyakarta ini, bertujuan untuk membuka wawasan umum dan pengetahuan luas mengenai dunia kelegislatigan di kalangan mahasiswa.

Karjono memperkenalkan Salam Pancasila yang digagas Presiden ke-5 Republik Indonesia, selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri. Salam Pancasila diadopsi dari pekik “Merdeka” yang ditetapkan oleh Bung Karno melalui Maklumat 31 Agustus 1945.

“Sejatinya Salam Pancasila merupakan Salam Kebangsaan yang menyatukan,” ujarnya.

“Lebih baik menjadi orang yang tidak pinter tapi bener, daripada orang pinter tapi tidak bener, karena akan lebih membahayakan negeri ini,” imbuhnya.

Menurut Karjono, pengetahuan dan kecerdasan tanpa disertai integritas, etika, dan moralitas yang baik dapat menjadi bumerang bagi individu dan masyarakat, serta bangsa dan negara.

Karjono menjelaskan “Dalam konteks Bela Negara merupakan sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya serta merupakan cermin dari patriotisme seseorang, kelompok, atau semua komponen dalam suatu negara.

“Bela Negara bukan sekadar semangat kebangsaan, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menjaga kedaulatan, keamanan, dan kesejahteraan negara,” tuturnya.

Karjono menggambarkan kondisi berat yang dihadapi oleh Indonesia di era digital global saat ini. Beliau menyoroti bagaimana arus budaya dari berbagai negara seperti Amerika, Eropa, Korea, Arab, dan Timur Tengah, serta berkembangnya aliran ekstrim kanan dan ekstrim kiri yang memanfaatkan isu-isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) sebagai alat untuk memecah belah bangsa Indonesia.

Karjono juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa setelah 25 tahun pasca reformasi, masih ada yang muncul pernyataan di media sosial yang ingin berkiblat Ideologi lain dengan mengadopsi ideologi yang mirip dengan yang diterapkan di Afghanistan dan Suriah.

“Negara-negara tersebut hanya memiliki satu agama, enam suku atau kurang dari sepuluh, namun terpecah belah, bahkan negaranya hilang atau bubar, sementara Indonesia, dengan keragaman suku, ras, dan agama, tetap teguh berdiri karena memiliki Ideologi Pancasila sebagai perekat yang kuat,” jelasnya.

Selain itu, Karjono juga menjelaskan bahwa setelah reformasi, ada beberapa aspek yang mengalami pelemahan, dan salah satu yang sangat mencolok adalah di dunia pendidikan, di mana mata ajar dan mata kuliah Pancasila telah dihilangkan.

“Misalnya, MPR II 1978 tentang Eka Pancakarsa atau P4 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kemudian satu tahun setelahnya Lembaga BP7 dibubarkan, dan yang sangat memprihatinkan adalah penggantian Undang-Undang Sisdiknas dengan UU 20 tahun 2023 tentang Sisdiknas yang menghilangkan mata ajar atau mata kuliah Pancasila. Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan,” paparnya.

Baca juga: Wakil Kepala BPIP Santri Pilar Indonesia Merdeka

Karjono menjelaskan, BPIP sebagai lembaga yang memiliki mandat dari Perpres no. 7 Tahun 2018 telah melakukan berbagai upaya Pembinaan Ideologi Pancasila. “Salah satu inisiatif penting BPIP dan Kemendikbud Ristek telah menerbitkan 15 buku ajar Pendidikan Pancasila mulai dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +  6  =