Hot Topic Nasional

MIPI Gelar Webinar ‘Membedah Wajah Sistem Pemerintahan Kelurahan di Indonesia’

Channel9.id – Jakarta. Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar berjudul ‘Membedah Wajah Sistem Pemerintahan Kelurahan di Indonesia’, Sabtu 16 Oktober 2021 pagi.

Webinar ini mengundang dua narasumber yang ahli di bidangnya yaitu Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi UI sekaligus Dewan Pakar MIPI, Irfan Ridwan Maksum dan Direktur Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dan Kerja Sama Kemendagri, Prabawa Eka Soesanta.

Webinar ini dibuka oleh Sekjen MIPI Baharudin Thahir. Baharuddin menyampaikan, diskusi ini diadakan untuk membedah wajah kelurahan secara kelembagaan dan regulasi. Terlebih, belakangan ini, muncul fenomena banyak kelurahan yang ingin menjadi desa.

“Belakangan muncul fenomena banyak kelurahan yang ingin jadi desa. Dengan alasan, desa punya dana desa, sedangkan kelurahan tidak ada. Maka lebih bagus jadi desa dari pada kelurahan. Karena itu MIPI mengundang dua pakar ahli yang akan mencerahkan kita semua tentang masalah ini ,” kata Baharudin.

Baca juga: Bahas Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, MIPI Gelar Webinar

Irfan Ridwan Maksum menyampaikan, kelurahan dalam tata kelolanya mengalami pasang surut sejak kemerdekaan.

Suatu masa, kelurahan sempat diusulkan menjadi kota kecil. Kelurahan juga sempat menjadi bagian dari alatnya pemerintahan pusat. Kemudian, kelurahan menjadi bagian dari perangkat pemerintahan Kabupaten/Kota yang ditentukan secara nasional.

“Kini kelurahan alat perangkat Kecamatan, hal ini diatur di pasal 229 ayat 2 UU 23/2014 yang tegas menyebutkan bahwa kelurahan bagian dari Kecamatan. Ini juga yang akhirnya membuat kelurahan ingin jadi desa,” kata Irfan.

Irfan kemudian menjelaskan empat perspektif untuk membedah kelurahan. Pertama adalah perspektif organisasi.

Dalam perspektif ini, kelurahan adalah struktur terdepan dalam wilayah daerah otonom kabupaten/kota sebagai penghubung masyarakat langsung dengan kabupaten/kota. Karena itu, kerja-kerja kelurahan harus sesuai dengan tujuan pemerintahan Kabupaten-Kota.

Perspektif kedua adalah Administrasi dan Manajemen Kebijakan Publik. Irfan menyampaikan, perspektif ini mempertimbangkan tujuan-tujuan menyeluruh Kabupaten/Kota yang harus mempertimbangkan kondisi lokal Kabupaten Kota yang dimaksud.

Menurut Irfan, untuk wilayah yang maju dapat didekati dengan pendekatan sektoral. Sedangkan, wilayah yang belum berkembang dapar dicapai melalui elemen berbasis wilayah sampai ke yang terdepan.

Perspektif ketiga yakni perspektif pemerintahan. Perspektif ini mendefinisikan kelurahan sebagai organisasi pemerintahan berbasis utama wilayah atau teritori.

Dengan definisi itu, kedudukan kelurahan dapat diarahkan secara botom up atau top down. Botom up artinya aspirasi masyarakat dapat ditampung di kelurahan kemudian disampaikan ke atas. Sementara, top down artinya kelurahan melaksanakan tugas-tugas yang dinstruksikan pemerintahan Kabupaten/Kota sebagai atasannya.

Terakhir, perspektif sejarah konteks Indonesia. Dalam perspektif ini, kelurahan sebagai organisasi berbasis teritori disenangi oleh masyarakat Indonesia. Hal itu karena karakter patron-client masyarakat Indonesia.

“Kita masyarakat senang organisasi berbasis wilayah karena karakternya patron client. Makanya masih ada di bawah kelurahan dan desa yaitu RT/RW. Kalau ada lagi di bawah itu, masyarakat Indonesia pun senang. Hal itu yang membuat masyarakat mempertahankan kelurahan karena memang cocok,” katanya.

Selain itu, susunan hirarkis tersebut dipandang masyarakat sebagai jalan untuk mencapai kedudukan status sosial ekonomi. Menurut Irfan, hal itu yang membuat masyarakat ingin tetap mempertahankan kelurahan.

“Tapi yang jadi masalah adalah, di era reformasi ini, pengaturan dan pengurusan kedudukan ini diserahkan ke daerah otonom Kabupaten/kota, tapi pemerintah pusat melalui mendagri masih ingin besar perannya. Jadi diserahkan ke daerah tapi pusat masih melakukan intervensinya,” ujar Irfan.

Irfan menilai, jika ingin meningkatkan kualitas kelurahan, maka memperkuat Kabupaten/Kota harus dilakukan. Penguatan dilakukan agar Kabupaten/Kota mampu mengatur dan mengurus kelurahan di wilayahnya sendiri demi kepentingan organisasi, administrasi dan manajemen kebijakan publik, serta kepentingan pemerintahannya sendiri lebih mandiri dan otonom.

“Bukan intervensi dari pemerintahan pusat secara teknis detail, karena dari Sabang sampai Merauke kondisi wilayah Indonesia amat bervariasi,” katanya.

Menanggapi hal itu, Prabawa Eka Soesanta menyatakan bisa saja kelurahan menjadi bagian dari pemerintahan daerah dan kewenanganya ada di daerah. Namun, perlu ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum mengambil keputusan itu.

“Kalau suatu saat kelurahan adalah bagian dari pemerintahan daerah dan kewenangannya di daerah, sebenarnya temen-temen di pusat jadi lebih ringan. Namun ada beberapa syarat penting yang harus dipahami, andaikan pejabat daerah tidak sering diganti, andaikan pejabat politik memahami visi dan misinya, dan banyak andaikan-andaikan lain termasuk sistem penganggaran yang baik,” kata Prabawa.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  41  =  44