Channel9.id-Jepang. Lee Dong-ho, 73, sudah menjadi nelayan di perairan lepas pantai selatan Korea Selatan dekat Jepang selama 40 tahun bersama anaknya yang sekarang mengambil alih bisnis perikanannya.
Lee menangkap ikan kakap, ekor kuning, makarel dan ikan teri, dan ia juga menjalankan pabrik pengeringan dan pabrik pengolahan.
Korea Selatan telah merubah industri perikanannya selama 30 tahun ditengah-tengah kritik penangkapan ikan berlebihan. Lee merepresentasikan perubahan positif karena bisnisnya melibatkan budidaya ikan laut daripada penangkapan air terbuka yang mana sekarang menghasilkan lebih dari setengah produksi makanan laut dalam negeri Korea Selatan.
Tapi sekarang industri senilai 9 triliun dolar itu menghadapi tantangan baru.
Bulan lalu, Jepang mengumumkan rencana pelepasan air radioaktif dari pabrik nuklir Fukushima ke Laut Pasifik.
“Saat air radioaktif Fukushima dilepaskan, orang-orang akan menghindari konsumsi makanan laut dan para nelayan akan kehilangan sumber penghasilannya,” kata Lee.
Kelompok nelayan di Korea Selatan merupakan kelompok yang paling vokal dalam menyuarakan oposisinya terhadap rencana Jepang tersebut, dengan armada kapal-kapal nelayan berlayar ke laut dan mengibarkan bendera protesnya.
“Industri kami sedang mengalami kehancuran yang parah hanya dengan khawatirnya orang-orang dengan terkontaminasinya laut dengan air radioaktif,” kutip koalisi 25 organisasi nelayan dalam protes tertulisnya kepada kedutaan Jepang bulan lalu.
Sebelumnya, pemerintah Jepang mengumumkan kalau airnya – yang digunakan untuk mendinginkan reaktor nuklir di Fukushima yang rusak setelah diguncang gempa bumi dan dihantam tsunami pada tahun 2011 – pada tanggal 13 April nanti akan dilepaskan ke Laut Pasifik. Rencana ini mendapat kecaman dari Cina dan Korea Selatan.
Para aktivis berkumpul di luar kedutaan Jepang, mereka meminta Jepang membatalkan rencananya. Mereka mengirimkan petisi dan beberapa diantara mereka mencukur kepalanya sebagai bentuk perlawanannya.
(RAG)