Channel9.id – Denpasar. Pakar Maritim, Ketut Sudiarta menilai pembangunan Terminal Khusus Liquid Natural Gas (Tersus LNG) Denpasar yang disebut akan dibangun sejauh 4 kilometer dari bibir pantai Sidakarya, dapat mengganggu alur pelayaran internasional di Pelabuhan Benoa.
Titik 4 kilometer adalah jalur laut internasional, jika dibangun Tersus LNG akan berpengaruh terhadap jalur keluar masuk kapal ke Pelabuhan Benoa. “Merubah tata ruang laut, termasuk di dalamnya mengubah jalur pelayaran, navigasi dan sebagainya dan itu butuh proses yang panjang, karena terkait regulasi baik di pusat maupun daerah,” jelasnya saat dihubungi media, minggu (11/6)
Sebagaimana diketahui, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan berencana akan memindahkan titik lokasi pembangunan Tersus LNG dari yang sebelumnya sekitar 500 meter dari bibir Pantai Muntig Siokan, menjadi 4 kilometer ke arah laut.
“Kita juga sudah rapatkan itu dengan kelompok ahli Pak Gubernur, dengan instansi terkait, 3-4 kilometer itu sepertinya butuh effort (usaha) yang besar karena itu adalah alur pelayaran Pelabuhan Benoa dan itu sangat beresiko,” jelasnya.
Ketut yang merupakan Doktor Manajemen Perairan IPB ini menjelaskan, usaha besar yang dimaksudnya itu yakni merubah tata ruang laut, termasuk alur pelayaran internasional di Pelabuhan Benoa.
Dalam pandangannya, untuk membangun Tersus LNG akan butuh waktu bertahun-tahun dan prosesnya sangat panjang.
“Jadi tidak mudah karena harus ada perubahan tata ruang laut dulu. Itu yang maksud saya agak sulit. Bisa sih, itu kan nanti harus revisi dulu. Kemudian di tingkat nasional kita rubah alurnya. Setelah itu kan kita harus informasikan ke lembaga navigasi internasional supaya nanti semua memasukannya (alur pelayaran yang baru) ke peta navigasi internasional, karena itu pelabuhan internasional. Itu kalau memungkinkan dari segi teknis,” ujar dosen Ilmu Kelautan Universitas Warmadewa Denpasar itu.
Ia pun memastikan izin ruang tidak akan diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) jika rencana tersebut tetap dipaksakan. Namun, jika memang harus merubah peta pelayaran internasional, lanjut ketut, proses panjang itu akan memakan banyak waktu.
“Tapi memang izin ruang tidak akan dapat karena itu daerah alur. Kecuali alur pelayarannya dirubah. Tapi alur pelayaran Pelabuhan Benoa kan pelayaran internasional yang sudah masuk dalam peta navigasi internasional. Itu nanti hambatan besarnya akan sangat panjang. Mungkin dalam 5 tahun tidak akan terselesaikan prosesnya,” ungkapnya.
Ketut pun mempertanyakan lebih jauh mengenai alasan Luhut B. Panjaitan menolak pembangunan Tersus di lokasi awal. Menurutnya, alasan Luhut bahwa Tersus yang tak jauh dari daratan dapat mengganggu lingkungan, terbantahkan dengan adanya Amdal yang saat ini sedang diproses Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Perjalanan cukup panjang juga kita mengondisikan lokasi pembangunan Tersus LNG Sidakarya itu. Sekarang tiba-tiba keluar rekomendasi yang menolak. Apa boleh begitu?” tanya Ketut.
“Yang menjadi pertanyaan kan kenapa Menko itu ujug-ujug menggunakan kekuasaannya bersurat seperti itu. Karena proses Amdal kan sedang berjalan. Itu intervensi terhadap proses yang ada, karena lokasi yang sedia kala itu kan persetujuan izin kesesuaian pemanfaatan ruang sudah keluar, kemudian Amdal sedang berproses oleh KLHK, harusnya menunggu dulu. Sebenarnya tidak ada masalah terkait kelanjutan Amdal sepanjang sudah ada kesepakatan antara Walikota dengan Pak Gubernur (Bali) beserta masyarakat sekitar, dan itu sudah oke semua,” pungkas Dosen Universitas Warmadewa ini.
Baca Juga : Ida Bagus Setiawan : Topang Pariwisata, Bali Butuh Energi Bersih
Baca Juga : Menjadi Benteng Alam Bali, Pelabuhan Benoa Tidak Bisa Dijadikan Terminal LNG
HT