Oleh: Abdul Hakim El*
Channel9.id-Jakarta. Pandemi Covid-19 yang masih mencengkeram dunia tidak hanya menjadi ancaman pada sektor kesehatan, melainkan di berbagai sektor lain, seperti ekonomi, politik, bahkan budaya. Alhasil, beberapa kegiatan terpaksa diundur atau tidak dilaksanakan sama sekali. Sebut saja pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan beberapa festival atau kegiatan olahraga tingkat daerah dan nasional. Termasuk, kegiatan pariwisata di banyak wilayah yang juga harus terhenti karena situasi yang tidak memungkinkan.
Sampai kapan? Entah. Belum ada yang bisa memberikan jawaban pasti. WHO sendiri mengisyaratkan bahwa pandemi belum akan berakhir dalam waktu yang singkat, kendati sejumlah negara mulai menunjukkan kemampuan untuk mengendalikan penyebaran dan dampak virus berbahaya itu. Dan mayoritas negara lainnya masih mengalami tingkat penularan yang cukup tinggi.
Sebagai respons atas pandemi, di Indonesia, beberapa wilayah masih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB, semisal DKI Jakarta. Awal Agustus lalu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga mencatat adanya 94 kabupaten/kota yang tidak lagi ditemukan kasus Covid-19 dalam satuan waktu tertentu. Sehingga, daerah itu bisa dikategorikan sebagai zona hijau.
Pandemi memang telah menyebabkan banyak sendi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara menjadi relatif terganggu. Hanya saja, kondisi tersebut haruslah dipandang sebagai tantangan. Apalagi tepat pada tahun ini, kita punya perhelatan politik yang akbar, yaitu pemilihan umum kepala daerah atau pilkada.
Pilkada serentak keempat dalam sejarah Indonesia ini, sudah mengalami penundaan dari semula 23 September menjadi 9 Desember 2020. Ada sekitar 270 wilayah yang akan melakukan pesta demokrasi ini, terdiri dari sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Pandemi Covid-19 adalah tantangan besar.
Beberapa pihak menyarankan untuk menundanya sampai pandemi terlihat mereda. Namun Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bahkan Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pesta demokrasi di tingkat daerah ini tidak bisa ditunda lagi karena selain karena tahapannya sudah dimulai, juga karena menyangkut hak konstitusional memilih dan dipilih. Pilkada tetap dilaksanakan karena selain amanah dari aturan yang ada, juga tata kelola anggaran yang harus dipikirkan jika harus diundur lagi.
Jadi yang terpenting kini, disampaikan Presiden, adalah melaksanakan pesta demokrasi itu dengan disertai penerapan protokol kesehatan. Sejumlah KPU yang sudah memulai tahapan pilkada, sejauh ini memang bersungguh-sungguh dalam melakukan persiapan agar kegiatan akbar tersebut bisa berlangsung lancar. Masing-masing KPUD senantiasa berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 setempat.
Kesungguhan KPU bisa dilihat tatkala digelar simulasi pilkada, salah satunya yang berlangsung di lapangan Cilenggang, Serpong, Tangerang, Sabtu 12 September 2020. Kegiatan itu menunjukkan bahwa KPU mengimplementasikan protokol kesehatan di tempat pemungutan suara (TPS) seperti ketersediaan alat pelindung diri bagi panitia pemilihan maupun calon pemilih, mengatur antrean, sampai penyiapan bilik suara khusus untuk pemilih yang bersuhu badan tinggi, dan sebagainya.
Simulasi KPU ketiga ini, meski ada kekurangan minor di sana sini, secara garis besar berlangsung dengan baik dan mengutamakan keselamatan warga. Ini cukup melegakan kita semua.
Lantas bagaimana soal angka partisipasi pemilih? Apakah ada pengaruh akibat pandemi? Diketahui target KPU untuk partisipasi pemilih dalam pemilu kali ini mencapai sekitar 77,5%.
Oleh beberapa pengamat, target itu sulit dipandang sulit untuk bisa dicapai, selama ancaman. Virus jahat SAR COV-2 masih mengintai. Mereka pun memperkirakan tingkat partisipasi warga akan rendah. Tapi tak sedikit juga yang justru memandang bahwa target KPU cukup realistis. Pasalnya, pandemi diyakini tidak mempengaruhi masyarakat untuk ikut berpilkada. Banyak orang yang malah antusias dalam memilih pemimpin daerahnya karena kontestasi politik lokal menyentuh ranah emosi pemilih secara lebih intens.
Dalam pilkada, calon kepala daerah yang dipilih diharapkan akan berpengaruh bagi pemilih dan masyarakat sekitar secara langsung. Misalnya, dalam meningkatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan, perbaikan jalan-jalan rusak, dan sebagainya. Dengan kata lain, rentang kebijakan kepala daerah dan efeknya bagi warga daerah setempat lebih bisa terukur, karena mudah dilihat di depan mata.
KPU Optimistis
Optimistis dari penyelenggara pemilu terkait partisipasi pemilih juga muncul menyusul kesuksesan yang diraih dalam Pemilu 2019. Sebagaimana diketahui, dalam pelaksanaan Pilpres maupun Pileg 2019 lalu, angka partisipasi pemilih meningkat dibandingkan pemilu sebelumnya. Peningkatan partisipasi itu bahkan hampir mencapai 10 persen.
Partisipasi pemilih yang melampaui target nasional itu jelas menggembirakan. Padahal, teknis pelaksanaan Pemilu 2019 terbilang lebih kompleks karena pemilih harus mencoblos lima surat suara. Namun nyatanya, kerumitan itu tidak mengendurkan semangat pemilih untuk menyuarakan hak pilihnya pada 17 April lalu.
Seperti disampaikan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi, tren peningkatan pemilih di Pemilu 2019 memang melampaui target nasional yang berada di 77,5%.
Diketahui, partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 mencapai 81,97% dan untuk Pileg mencapai 81,69%. Angka-angka itu terbilang jauh meningkat dibanding partisipasi pemilu 2014 yang hanya mencapai 69,58% untuk Pilpres. Sedangkan partisipasi Pileg 2014 hanya menembus di angka 75,11%.
Pemilu di tanah air pernah mengalami tren penurunan angka partisipasi pemilih (voter turnout) sangat tajam sejak 1999 hingga 2009. Artinya, makin sedikit pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Angka partisipasi pemilih yang mencapai 81 persen itu juga relatif sama dengan angka kepercayaan publik terhadap KPU. Menurut survei yang dilakukan sebelum hari pemungutan suara, tingkat kepercayaan publik terhadap KPU di atas 80 persen.
Data KPU menyebutkan, jumlah pemilih Pemilu 2019 yang berada di dalam maupun luar negeri mencapai 199.987.870. Sementara itu, pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 158.012.506.
Di masa pandemi ini, pemilu juga digelar oleh sejumlah negara dunia. Baik yang berkelas lokal maupun nasional. Singapura, Korea Selatan, Polandia, dan Suriah telah melaksanakan pemilu untuk memilih kepala negara mereka. Seperti halnya KPU RI, penyelenggara pemilu di negara-negara tersebut juga menyiapkannya sebaik mungkin pelaksanaan hajatan politiknya, sehingga warga antusias berpartisipasi dengan angka partisipasi pemilih berkisar di 64%–80 %. Bahkan tercatat, Suriah yang baru saja menyelesaikan konflik fisik dengan ISIS pun berhasil melaksanakan pemilu dengan partisipasi warga yang relatif tinggi.
Jadi, pandemi memang menjadi ancaman bagi kesehatan warga masyarakat. Namun, apapun kondisinya, optimistis keberhasilan pelaksanaan pemilihan umum, baik bersifat nasional maupun lokal, jangan sampai mengendur. Pasalnya, hanya melalui pemilihan serupa itulah sistem demokrasi di sebuah negeri senantiasa terjaga dan pemimpin yang dilahirkan pun legitimated.
Karena itu, yakin dan optimislah, kita bisa menggelar hajatan demokrasi di daerah yang bernama Pilkada dengan sukses. KPU sebagai penyelenggara Pemilu harus lebih gencar lagi dalam sosialisasi aturan main terutama soal protokol kesehatan.
Masyarakat sebagai pemilih juga harus memiliki kesadaran penuh untuk disiplin menjalani protokol kesehatan saat mengikuti kampanye maupun waktu pemungutan suara di tanggal 9 Desember 2020. Karena di situlah kunci keberhasilan Pilkada Serentak jilid keempat, selain tingginya partisipasi politik, mininnya pelanggaran dan tentu saja Pilkada menjadi kluster penghentian COVID-19 serta memantik pertumbuhan ekonomi di daerah. Semoga.
*Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Evav Jakarta/Jawa Barat