Channel9.id – Jakarta. Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) menyatakan keberatan dan menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Mei 2023. Ekomarin menilai peraturan ini untuk melegalkan eksploitasi pasir dengan kedok pelestarian dan perlindungan lingkungan laut.
“Niat asli (original intent) dari PP 26/2023 tersebut adalah untuk menambang pasir laut untuk kepentingan infrastruktur, seperti reklamasi, infrastruktur dan termasuk ekspor pasir laut,” demikian dikutip dari pernyataan resmi Ekomarin, Kamis (1/6/2023).
Khusus Ekspor pasir laut, PP 26/2023 ini mengakhiri pembatasan ekspor pasir laut yang telah berlangsung selama dua dekade sejak 2003 pada masa pemerintahan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
Menurut Ekomarin, PP 26/2023 ini tidak mempertimbangkan potensi kerusakan yang telah terjadi dan yang akan terjadi kepada ekosistem pesisir dan sumber daya laut. Tambang pasir di laut sangat berpotensi menambah kehancuran habitat alami dasar laut, terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove hingga menyebabkan kekeruhan perairan.
Selain itu, tulis Ekomarin, tambang pasir dapat menyebabkan erosi pesisir yang signifikan, di mana penggalian pasir dari pesisir mengganggu proses alami pengendapan pasir yang dapat menyebabkan penurunan pantai, kerusakan infrastruktur pesisir, hingga meningkatkan risiko bencana seperti banjir dan longsor pantai akibat pengurangan vegetasi dan perusakan lapisan tanah.
“Ekosistem pesisir memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyediakan sumber daya hayati. Dengan mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan sedimentasi, PP ini dapat memperburuk kerusakan ekosistem pesisir yang sudah rapuh,” tulisnya.
Dampak PP 26/2023 terhadap lingkungan yang juga akan terjadi, menurut Ekomarin, yakni memburuknya tekanan terhadap berbagai wilayah pesisir dan pulau kecil Indonesia. Ekomarin menilai, berbagai pulau kecil saat ini menghadapi ancaman yang semakin parah akibat perubahan iklim. Sementara PP ini tidak memberikan mitigasi yang memadai terhadap perubahan iklim dan dapat memperparah krisis yang sedang terjadi.
“Kehadiran PP ini sangat berpotensi meningkatkan risiko terancamnya pulau-pulau kecil serta mengabaikan tanggung jawab pemerintah dalam menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang,” tulis Ekomarin.
“Jelas PP 26/2023 adalah kepentingan infrastruktur seperti reklamasi pesisir dan pulau buatan dan juga untuk ekspor pasir yang menjadi kebutuhan terdekat seperti Singapura. Data UNEP menunjukkan adanya kebutuhan pasir dunia mencapai 40 miliar ton/tahun menjadi ini ancaman eksploitasi pasir laut termasuk di Indonesia,” sambungnya.
Baca juga: Luhut Klaim Keruk dan Ekspor Pasir Laut Tak Rusak Lingkungan, Data Sebut Sebaliknya
HT