Channel9.id – Jakarta. Proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan, Bali oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Sub Regional Bali dan Nusra masih terus berjalan. Padahal, proyek yang dijalankan oleh PT Pelindo Sub Regional III Bali dan Nusra ini dinilai telah membuat air laut keruh sehingga mengganggu pendapatan nelayan sekitaran Tanjung Benoa.
Bahkan, pengurukan wilayah laut itu diketahui telah menyebabkan hancurnya ekosistem bakau seluas 17 hektar. Selain itu kegiatan pengembangan yang semakin meluas mengakibatkan terganggunya wilayah yang disucikan dan hilangnya keindahan alam di kawasan perairan Teluk Benoa, sehingga telah mendapat protes dan reaksi dari berbagai komponen masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran serta kerusakan vegetasi mangrove ini ditemukan oleh Tim Monitoring dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali.
Rencananya, pengerukan alur dan karang ini dilakukan untuk pengembangan Pelabuhan Benoa seluas 132,9 hektar dalam rangka membangun Bali Maritime Tourism Hub (BMTH).
Merespons hal ini, Koordinator Nasional Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin) Martin Hadiwinata mengatakan, setiap pembangunan harus bersandar pada prinsip-prinsip lingkungan hidup yang tetap terjaga. Meskipun dalam suatu pembangunan ada dampak terhadap lingkungan, ia menegaskan perusahaan harus berupaya agar dampak tersebut tidak merusak lingkungan.
Menurutnya, reklamasi Teluk Benoa untuk pengembangan pelabuhan di sana harus dikaji lebih dalam. Hal ini dilakukan untuk mempertimbangkan dampak-dampak buruk terhadap lingkungan serta mencari solusinya.
“Kalau misalkan ada ketidakpastian dampak, masih ada perdebatan pakar bahwa ini akan berdampak buruk, ini (pengembangan Pelabuhan Benoa) akan menghasilkan permasalahan,” kata Martin saat dihubungi Channel9.id, Rabu (23/6/2023).
Martin menegaskan, pengambil kebijakan pada prinsipnya harus berpihak kepada lingkungan. Jika ada perdebatan maupun ketidakpastian ilmiah, lanjut Martin, maka kebijakan yang diambil oleh pemerintah haruslah berpihak kepada lingkungan.
“Termasuk juga pembangunan Pelabuhan Teluk Benoa, itu harus memenuhi prinsip kehati-hatian,” jelas Martin.
Mengutip dari ajaran agama Hindu, sebagaimana mayoritas masyarakat Bali penganutnya, Martin mengatakan pihak swasta dan pemerintah harusnya merujuk pada ajaran ‘Tri Hita Karana’ dalam mengambil keputusan. Dalam ajaran tersebut, salah satu dari tiga Penyebab Kebahagiaan yakni hubungan manusia dengan alam lingkungan.
“Masyarakat Bali ini kan masyarakat religius. Temuan-temuan di Pulau Bali itu dengan mayoritas penganut agama Hindu, itu kan ada namanya ‘Tri Hita Karana’. Ini kan keseimbangan manusia dengan alam, penghormatan terhadap sumber daya alam, terhadap lingkungan, itu harusnya dihormati oleh pihak swasta atau pihak korporasi, termasuk pemerintah yang harusnya memprioritaskan lingkungan dan sumber daya alam,” pungkasnya.
Baca juga: Wilayah Tangkap Nelayan Dibuat Privat, Pengamat: Pulau Serangan Bukan Milik Perusahaan
Baca juga: Trauma Nelayan Tanjung Benoa, Sarang Ikan Rusak Karena Reklamasi Pulau Serangan Kini Pelindo 3
HT