Channel9.id-Jakarta. Militer Myanmar menahan pemimpin negara, Aung San Suu Kyi dan juga koleganya pada hari Senin (1/2/2021), sebagai tanggapan atas “kecurangan pemilu”. Kekuasaan tertinggi saat ini dipegang oleh Komandan Militer, Min Aug Hlaing dan ia memberlakukan negara dalam keadaan darurat selama satu tahun.
Kudeta militer ini menjadi masa transisi yang panjang untuk menuju negara demokrasi. Atas hal ini, Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya mengecam kudeta ini.
Baca juga : Aung San Suu Kyi Terancam 2 Tahun Penjara, Tenaga Kesehatan Berunjuk Rasa
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres berjanji pada hari Rabu (3/2/2021) untuk memobilisasi tekanan internasional yang cukup terhadap militer Myanmar untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal.
“Kami akan melakukan apapun yang bisa untuk memobilisasi tokoh-tokoh penting dan juga komunitas internasional untuk memberikan tekanan pada Myanmar untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal,” ujar Gutteres dalam wawancara yang disiarkan oleh The Washington Post. Ini benar-benar tidak dapat diterima setelah Myanmar melakukan pemilu yang diyakini berlangsung normal dan ini menjadi periode transisi yang besar.
Pernyataan awal yang diajukan Inggris untuk didiskusikan bersama 15 anggota PBB untuk mengecam kudeta tersebut, dan menyerukan kepada militer Myanmar untuk menghormati hukum dan HAM, serta segera membebaskan mereka yang ditahan.
Namun, pernyataan tersebut harus disetujui secara konsensus dan diplomatis. Pernyataan ini harus dibahas lagi untuk mendapatkan persetujuan Cina dan Rusia, yang selalu melindungi Myanmar di PBB.
“Pertemuaan ini berlanjut untuk membahas langkah selanjutnya terkait kudeta di Myanmar dan kami setuju bahwa penting untuk mensatukan suara,” ujar wakil Inggris di PBB, Barbara Woodward, kepada para reporter pada Rabu (3/2/2021) kemarin.