Channel9.id – Jakarta. MK diminta menunda sidang uji materi UU pemilu. MK sedang melakukan uji terhadap permohonan pengujian pasal 169 huruf q UU 7/2017. Sidang ini sudah masuk ke pemeriksaan pokok perkara denga nomor perkara 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023.
Peneliti hukum dan konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah menyebut bahwa MK tidak boleh terbawa irama politik jelang pemilu. Menurutnya hal tersebut akan mempertaruhkan konsistensi serta integritas MK serta produk hukum oleh MK.
Ia menghubungkan keadaan ini dengan gejala judisialisasi politik otorianisme dengan mengakomodir kehdendak rezim. “Termasuka genda tersebelung di balik pengujian norma batas waktu pendaftaran,” ucapnya melalui keterangan tertulis, Rabu (9/8/2023).
Setara Institute menilai bahwa batas usia jabatan publik merupakan open legal policy (kebijakan hukum terbuka). Sehingga MK tidak berwenang untuk mengaturnya karena ini merupakan ranah presiden dan DPR.
Sayyidatul menggarisbawahi bahwa MK telah mengeluarkan berbagai keputusan terdahulu dalam isu ini. Sehingga isu ini bukan merupakan masalah konstitusi.
“Keputusan tersebut adalah putusan No. 37/PUU-VIII/2010 terkait usia pimpinan KPK, putusan 49/PUU-IX/2011 terkait syarat usia calon hakim konstitusi, No. 15/PUU-XV/2017 terkait usia calon kepala daerah, dan putusan No. 58/PUU-XVII/2019 dan putusan No. 112/PUU-XX/2022,” ucapnya dalam pernyataan tertulis.
Pada April (03/04/2023) lalu, sidang perara No 29/PUU-XX/2023 diajukan oleh PSI, Anthony Winza Probowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhail Gorbachev.
Kuasa hukum pemohon, Francine Widjojo menegaskan bahwa syarat usia minimum pencalonan 40 tahun tidak sesuai dengan prinsip moral dan rasional karena deskriminatif.
“Ketika rakyat Indonesia dipaksa hanya memilih pemimpin yang sudah bisa memenuhi syarat diskriminatif, tentu ini menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Indonesia yang memilih maupun orang yang dipilih,” ucapnya.
Baca juga: Setara: Sebaiknya MK Tunda Uji Materi UU Pemilu
BHR