Hukum
Titik Temu Revisi UU ITE

Oleh: Azmi Syahputra*
Channel9.id-Jakarta. Pada era yang semakin modern ini, inovasi teknologi digital telah menjadi bagian penting dalam aktivitas kehidupan manusia. Cepatnya perkembangan teknologi ini, serta semakin banyak varian fitur‐fitur canggih yang ditawarkan pada masyarakat untuk membantu aktifitas manusia, memiliki andil yang sangat signifikan dan kini aktifitas manusiapun semakin bergeser atau bermigrasi ke ruang‐ruang dalam jaringan berbasis online yang dulunya dilakukan secara offline.
Memperhatikan hal tersebut pemerintah Indonesia,timbul kebutuhan akan regulasi. Kemudian pemerintah membentuk Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang diharapkan dapat menjadi instrumen kunci dalam pemanfaatan teknologi internet di Indonesia. Dalam praktiknya setelah ada undang undang ini, kini dirasakan ada benturan dan menemukan persoalan- persoalan baru. Dulu, terfokus pada pengaturan kegiatan perekonomian secara elektronik justru dalam pengoperasionalannya menimbulkan instrumen yang syarat dengan ketentuan pembatasan terhadap aktivitas di dunia maya dan kini menjadi kontroversi, debatable dan bahkan sebagian masyarakat menganggap pasal pasal tertentu dalam UU ITE menjadi overkrimisalisasi. Bahkan lama kelamaan nilai sifat tercelanya tindak pidana ini akan tergerus karena kelebihan beban hukum yang maknanya perbuatan kritik atau komentar didunia maya itu oleh masyarakat dianggap seperti hal biasa.
Coba lihat pada fenomena kasus di dunia maya dalam salah satu postingan saja sudah ada ratusan komen yang sebenarnya bisa masuk kategori melanggar pasal 27 UU ITE, apa iya mau dipolisikan semua para pemberi komentar tersebut?

Melihat hal ini penulis ingin memberikan beberapa catatan kecil atas kejadian ini. Solusinya adalah bukan dengan menghapus serta merta pasal -pasal yang ada. Karena kalau dihapuskan akan menghilangkan perlindungan terhadap kepentingan hukum yang juga perlu dilindungi. Namun dengan menata kembali perumusan delik (reformulasi) terhadap pasal -pasal dalam UU ITE yang menjadi kontroversi atau potensi overkrimimalisasi dan dianggap menjadi berkurangnya ruang dialektika publik dalam demokrasi agar diletakkan secara seimbang sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana. Termasuk menghindari formulasi jangkauan delik terlalu luas atau menjadi delik yang jangkauan liar dalam penegakannya.
Konsiderans UU ITE secara jelas mengakui bahwa aturan ini ditujukan antar lain untuk mengatur kegiatan yang muncul sebagai konsekuensi dari perkembangan teknologi . Ke depan, dalam pasal-pasal tertentu pada UU ITE tersebut ada tambahan dasar ketentuan yang memuat keharusan atau pengecualian dasar dan syaratnya dengan tegas serta jelas batasannya. Misal, dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, laporan ditindaklanjuti hanya atas pengaduan korban. Dan ada tambahan dalam pasal ini yang memuat tidaklah dapat dipidana jika hal tersebut dilakukan untuk membela kepentingan umum, atau ada kepentingan hukum yang hendak dilindungi misal melindungi kekayaan miliknya dan bila ia adalah korban tidak dapat dituntut,apalagi bila orang tersebut telah pula melakukan upaya iktikad baik guna mempertahankan kehormatan miliknya tersebut.
Baca juga: Revisi UU ITE Harus Sejalan Dengan Perkembangan Teknologi
Selain itu dalam revisi pasal UU ITE ini penegak hukum sifatnya wajib sejak awal harus pula memperhatikan sebab akibat, taat pada asas asas pembenar dan penghapusan pidana. Termasuk mengubah pola penerapan sanksi untuk membatasi ketentuan dan penggunaan hukum pidana dalam UU ITE.
Contohnya, mengubah sanksi yang lebih efektif melalui penggunaan saksi administrasi dengan cara pemblokiran web -web yang bermasalah dan ditambah sanski denda bagi masyarakat yang menyalahgunakan atau berbuat tindakan yang bertentangan dengan etika yang menyerang individu atau kelompok masyarakat, termasuk dalam UU ITE penegak hukum wajib memberi ruang restrorative justice dalam penyelesaiannya kepada para pihak serta pada hukum acaranya harus memperkuat pengawasan dan pada tindakan kewenangan tertentu harus ada izin dari pengadilan terlebih dahulu.
Karena sejatinya Hukum itu untuk membuat keseimbangan hidup manusia, membuat menjadi tertata, karena apapun yang tertata diharapkan pasti lebih baik, indah dan jadi nyaman. Namun dalam praktik saat ini sering kehadiran hukum atau perundang-undangan seperti hilang dari tujuan hukum atau tujuan UU itu dibuat.
Akhirnya undang-undang dilaksanakan berasa bertentangan dengan tujuannya, padahal undang-undang itu merupakan instrumen, kalau tidak memahami esensi tujuan hukum maka kehadirannya bisa berdampak tidak baik, termasuk hilangnya rasa keadilan dalam pengoperasionalannya, singkatnya apa gunanya aturan kalau kehadirannya tidak difungsikan dengan optimal?
Oleh karena itu, revisi pasal- pasal tertentu dalam UU ITE harus mampu membentuk pengendalian pengaturan dalam aktifitas dunia maya agar termuat secara komprehensif melalui undang-undang. Serta dimaksudkan untuk memberikan ruang yang lebih terbuka dan berspkektrum positif bagi segala bentuk gagasan dan ekspresi. Tentu dengan pembatasan-pembatasan yang proporsional dan sah menurut hukum hak asasi manusia sebagaimana maksud UU ITE dalam konsiderannya yang menyebutkan secara jelas bahwa aturan ini ditujukan untuk mengatur kegiatan yang muncul sebagai konsekuensi dari perkembangan teknologi informasi guna menopang pembangunan bangsa. Dengan pembaruan hukum UU ITE ini, ke depan diharapkan pula dapat memperkuat dalam upaya menjaga kesatuan dan keutuhan segenap bangsa Indonesia.
*Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno
Hukum
Seorang Polisi Dibacok, Polsek Menteng Tangķap Anggota Geng Motor

Channel9.id – Jakarta. Polsek Menteng Jakarta Pusat berhasil menangkap seorang pemuda geng motor berinisial R (22) yang telah membacok Aiptu Dwi Handoko. R saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah dilakukan penahanan.
“Iya sudah kita tangkap pelakunya,” kata Kanit Reskrim Polsek Menteng, Kompol Gozali Luhulima, Rabu 3 Maret 2021.
Tersangka berhasil ditangkap dengan cara identifikasi pelat nomor motor miliknya. R ditangkap di kediamannya di kawasan Muara Baru.
Gozali menyatakan, R sempat beralasan jika sepeda motornya dipinjam oleh rekannya. Namun, R akhirnya mengakui sudah membacok anggota polisi.

“Pemilik motor bilang motornya dipinjam, sudah kita kejar, kita tangkap, akhirnya mengakui dia yang melukai. Kita konfrontir sama anggota bahwa dia orangnya yang melukai anggota,” kata Gozali.
Diketahui sebelumnya, seorang anggota Polsek Metro Menteng Aiptu Dwi Handoko dibacok oleh anggota geng motor. Akibatnya, Aiptu Dwi terluka pada bagian ibu jari dan saat ini menjalani perawatan.
Peristiwa itu terjadi saat Aiptu Dwi sedang berpatroli di sekitar lokasi rawan tawuran di Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Kapolsek Metro Menteng AKBP Iver Manossoh menjelaskan, kejadian bermula saat petugas Polsek Menteng bersama korban melakukan patroli malam.
Kemudian, petugas melakukan pembubaran kelompok bermotor berjumlah 25 kendaraan roda dua yang diduga akan terlibat tawuran.
Aiptu Dwi mendapatkan serangan dari salah satu anggota kelompok bermotor itu saat akan membubarkan.
Usai melukai petugas, para anggota kelompok bermotor itu melarikan diri, sedangkan polisi menyita sebilah celurit dari salah satu anggota bermotor itu.
Akibat serangan pelaku bersenjata tajam itu, Aiptu Dwi terluka pada bagian ibu jari dan saat ini menjalani perawatan.
HY
Hukum
Dugaan Korupsi Rp 79,4 M di Bekraf, CERI: Kami Harap Kejagung Serius

Channel9.id-Jakarta. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman meminta pihak Kejagung RI terutama Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) memberikan perhatian serius terhadap Kasus dugaan korupsi di Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) senilai Rp 79,4 miliar.
“Kami akan terus mendesak. Hal ini perlu dilakukan agar penyidik Kejagung lebih serius menuntaskan dugaan korupsi ini,” ujar Yusri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/3).
Yusri juga menambahkan, Tim C Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejagung sebelumnya tak kunjung memberikan keterangan apapun atas pertanyaan awak media terkait sejauh mana perkembangan kasus yang telah dilaporkan LSM Putra Desa itu sejak 23 November 2020.
Padahal, menurut Yusri, laporan LSM Putra Desa tersebut sudah bisa dikategorikan cukup lengkap karena telah disertai sejumlah bukti-bukti pelanggaran hukum di Bekraf pada tahun anggaran 2018.

Bahkan, laporan itu juga sudah dilengkapi dengan laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. “Kami berharap agar kasus ini tidak malah “masuk angin” di tengah jalan. Segera panggil pihak-pihak terkait yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi itu,” tukas dia.
Apalagi, Yusri menambahkan, semua pejabat di Kejagung seyogianya patuh dan taat terhadap 7 pesan penting terbaru Jaksa Agung Nomor 1 pada 17 Febuari 2021, khususnya terhadap kasus korupsi yang merugikan negara.
Terlebih lagi, tindak pidana korupsi bukan delik aduan, sehingga tim Kejagung harus serius menindaklanjuti laporan masyarakat secara cepat dan profesional yang peduli terhadap korupsi.
“Seharusnya Kejagung berterima kasih atas adanya peran masyarakat ini dengan bentuk serius dan cepat menindak lanjuti, bukan malah mengabaikannya,” tegas Yusri.
Sebelumnya, dugaan korupsi ini dilaporkan oleh LSM Putra Desa pada 23 November 2020 ke Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) serta Bareskrim Polri. Dalam keterangannya, Rabu (24/2/2021), Direktur Eksekutif LSM Putra Desa, R.J Armijaya menyebut telah melaporkan “RKK”, yang saat ini menjabat Inspektur Utama pada Kementerian Pariwisata.
Armijaya menambahkan, pihaknya juga mengantongi bukti-bukti dugaan keterlibatan oknum pejabat di Bekraf. Bahkan, ia menambahkan, bukti-bukti tambahan juga bisa diperoleh dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Bukti lengkap semua dari hasil audit BPK tahun 2018. Seharusnya itu sudah cukup untuk membongkar dugaan korupsi yang selama ini belum terungkap,” tambahnya.
Terpisah, politikus PDIP Arteria Dahlan ikut mendorong pihak Kejagung untuk menuntaskan kasus tersebut. Menurut Arteria, JAM Intel Kejagung khususnya Kasubdit C tidak perlu ragu untuk memanggil dan memeriksa semua pihak yang diduga terkait kasus itu. Termasuk oknum pejabat yang diduga menjadi penanggungjawab atas proyek dimaksud.
“Tanyakan saja bagaimana pelaksanaan kegiatan di Barekraf apakah ada penyimpangan. Kami pasti mendukung kerja-kerja baik dari Kejagung,” ujar Arteria.
IG
Hukum
Balai Karantina Pertanian Gagalkan Penyelundupan Satwa Ilegal

Channel9.id-Sidoarjo. Balai Karantina Pertanian Surabaya menggagalkan pemasukan 633 burung dan kura-kura tanpa dokumen resmi yang dikirim dari Makassar. Peyergapan tersebut berkerja sama dengan Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Penanggung jawab Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Tanjung Perak, Tetty Maria mengatakan, penggagalan bermula dari informasi masyarakat terkait adanya penyelundupan hewan tanpa dokumen. Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan menyisir setiap sudut kapal termasuk semua alat angkut berupa truk. Pemeriksaan dilakukan pejabat karantina dan petugas kepolisian.
“Modus yang dilakukan tetap sama yaitu 633 ekor satwa tersebut dikemas dalam keranjang plastik dan kandang kawat, lalu disembunyikan di belakang kursi sopir serta di atas kepala truk. Alat angkut yang digunakan sejumlah tiga buah truk, ” kata Tetty Maria, Selasa (2/3/21).
Baca juga : Diduga KDRT, Dirut PT Taspen Dilaporkan Istrinya ke Kapolda

Kepala Karantina Pertanian Surabaya Mussyafak Fauzi mengatakan bahwa 633 satwa tersebut terdiri dari: 6 Kakaktua Jambul Putih, 19 Nuri Tanimbar, 285 kura-kura, 313 Jalak Rio-Rio, dan 10 ekor Merpati Hitam Sulawesi, serta 285 ekor kura-kura.
Nuri Tanimbar dan Kakatua Jambul Putih merupakan jenis satwa yang dilindungi sehingga tidak dapat diburu dan diperjualbelikan. Oleh sebab itu, penggagalan penyelundupan burung ini merupakan suatu upaya untuk mencegah Nuri Tanimbar dan Kakatua Jambul Putih tersebut dari kepunahan.
“Pemasukan burung ini jelas melanggar UU No 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan,” kata Musyaffak Fauzi.
Karena itu Musyaffak mengimbau masyarakat untuk melaporkan dan memeriksakan komoditas pertanian yang akan dilalulintaskan ke karantina pertanian setempat.
Berdasarkan data otomasi perkarantinaan IQfast, penggagalan pemasukan satwa tanpa dokumen/illegal melalui pelabuhan Tanjung Perak selama bulan Januari-Februari 2021 sebanyak sembilan kali dan 1 kali pelimpahan dari Polairud.