Opini

Vaksin Dalam Polemik Otoritas

Oleh: Dr. Usmar. SE.,MM

Channel9.id – Jakarta. Kemarin beredar tulisan di Medsos dari Bapak Dahlan Iskan mantan Menteri BUMN periode 2011-2014, yang mengatakan “uji coba klinis fase II Vaksin Nusantara, merupakan Program Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, bukan urusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)”.

Membaca pernyataan ini, dari Tokoh sekelas Dahlan Iskan, membuat saya yang semula beranggapan hanya terjadi pergeseran persoalan, dari urusan Medis ke urusan Politis, saat Komisi IX DPR RI mendukung lanjutan uji klinis ke 2 Vaksin Nusanatara, ternyata dengan pernyataan di atas, telah bergeser menjadi seolah persoalan “urusan Sipil versus otoritas Militer”.

Hakekatnya, kita semua tentu sangat setuju, terhadap semua tindakan dan upaya mencari terobosan baru dalam pengembangan pengetahuan.

Dan kita juga tidak akan mempersoalkan Institusi mana dan siapa orangnya, ketika melakukan kreativitas dan bekerja secara totalitas untuk berupaya menemukan obat demi keselamatan dan kemaslahatan bangsa dan negara khususnya dan umat manusia umumnya.

Dan menurut saya WAJIB hukumnya untuk kita dukung secara totalitas.

Namun demikian, semangat dalam upaya mencari terobosan baru tersebut, tidaklah menghilangkan kecerdasan kita untuk TIDAK menegasikan lembaga negara yang telah dibentuk dan bekerja sesuai Tupoksinya yang di atur oleh negara, dalam hal ini BPOM sesuai Perpres Nomor 80 Tahun 2017.

Eksistensi Vaksin Nusantata

Vaksin Nusantara yang dimotori oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bersama PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) yang mendapat lisensi dari AIVITA Biomedical Inc, tentu bukanlah orang atau lembaga kacangan.

AIVITA Biomedical Inc merupakan Startup medis Amerika Serikat yang berdiri pada tahun 2016 dipimpin oleh seorang ilmuwan hebat Prof. dr. Hans Keirstead PhD, yang terkenal dengan metode sel punca.

Selain itu perusahaan Startup Medis AIVITA Biomedical Inc, didukung institusi pemerintah AS, yakni National Institute of Health dan California Institute for Regenerative Medicine.

Juga didukung Leonhardt’s Launchpads by Cal-X Stars Business Accelerator, California Technology Ventures dan SFC Company. Sehingga tidak mengherankan sejak awal berdiri mendapat support dan dukungan biaya yang relatif besar.

Di sisi lain, Letjen TNI (purn) Dr. dr. Terawan Agus Putranto dokter Terawan selain mantan Menkes RI, juga Mantan Kepala R.S. Gatot Subroto adalah seorang dokter spesialis radiologi yang terkenal dengan motode pengobatan yang mengombinasikan Digital Substraction Angiography (DSA) dan injeksi heparin, yang dikenal masyarakat dengan sebutan metode “Cuci Otak”.

Seperti kita ketahui, meski DSA bukan untuk pengobatan stroke akibat pecahnya pembuluh darah, tapi dengan metode DSA bisa untuk mengurangi penyumbatan pembuluh darah di otak yang menyebabkan stroke.

Dengan cara melakukan flushing pada pembuluh darah. Hebatnya dokter Terawan dan Timnya berhasil menemukan teknologi flushing pembuluh darah tersebut.

Jadi soal kompetensi dan kualifikasi orang dan institusinya sangat meyakinkan.

Polemik Otoritas

Ketika orang atau institusi yang melakukan penelitian dan bekerja dalam mencari solusi untuk mengatasi suatu pandemi, sudah pasti adalah orang atau institusi kumpulan orang-orang cerdas, yang tentunya tidak lagi personilnya terjebak pada suatu suasana eksistensialis psikologis.

Buah dari hasil kerja kerasnya, semata-mata tentunya didedikasikan buat kemaslahatan kehidupan manusia dan alam lingkungannya.

Yang menjadi persoalan, dalam konteks Vaksin Nusantara, adalah ketika dalam proses perjalananya setelah melakukan uji klinis 1, kemudian dilakukan pemeriksaan dan pengawasan oleh BPOM, namun BPOM belum memberikan rekomendasi untuk uji klinis ke 2.

Tentu BPOM memiliki alasan seperti yang sudah disampaikan BPOM kepada publik. Dan itu memang sesuai dengan Tupoksinya untuk mengawasi peredaran obat dan makanan di seluruh wilayah NKRI, untuk melindungi masyarakat

Sementara itu Vaksin Nusantara sejak masih bernama Vaksin Joglosemar yang merupakan bentuk kerjasama antara PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) dengan AIVITA Biomedical Inc, perusahaan asal AS selaku pemasok teknologi dendritik, tidak menyebut dan dikatakan dari awal adalah Program Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Baru terakhir ini, ketika belum mendapat izin lajut untuk uji klinis ke 2 dari BPOM, maka kemudian muncul ucapan, bahwa Vaksin Nusantara adalah program TNI.

Dan secara simbolik dapat dimengerti, ketika proses uji klinis ke 2, dilakukan di RS. Gatot Subroto, sebuah rumah sakit modern yang dimiliki TNI Angkatan Darat.

Sejatinya, tentu kita tidak akan mempermasalahkan dan akan mendukung sepenuhnya, jika TNI akan mengambil peran aktif dalam membuat dan menemukan Vaksin untuk melindungi masyarakat dari pandemi Covid-19 dan penyakit lainnya.

Karena dalam perspektif yang lebih luas, TNI juga bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara, termasuk menjaga keselamatan warganya.

Namun ketika sebuah lembaga negara dalam hal ini BPOM yang telah melakukan tugasnya sesuai amanat Perpres Nomor 80 Tahun 2017, belum ada kesepahaman dengan lembaga lain yang sedang melakukan pengkajian untuk pembuatan Vaksin, langsung tiba-tiba dan seolah-olah lembaga lain tersebut adalah bagian dari program TNI yang harus imun dari proses pengawasan BPOM.

Tentu cara berpikir dan berbuat seperti ini tidak elok dan kekanak-kanakan.

Kolaborasi Bukan Menegasi

Kita sangat yakin, bahwa semangat bekerjanya BPOM sebagai lembaga resmi negara yang memiliki otoritas pengawasan obat dan makanan di Indonesia, di era kemajuan teknologi dan informasi yang sangat terbuka saat ini, tidak akan bisa mengambil keputusan dengan alasan yang dibuat-buat dan mengada-ada saja.

Begitu juga dengan lembaga lainnya, tidak bisa mengemas produksinya dalam kemasan Nasionalisme, jika hanya untuk sekedar mendapat dukungan dan legitimasi karya anak bangsa, tanpa menunjukkan dan memenuhi kriteria keterlibatan dan persyaratan ilmiah yang memenuhi kriteria Nasionalisme produksi anak bangsa Indonesia.

Juga tidak bijak, jika kemudian ada keinginan, meski kecil sekalipun, mengklaim dan menggunakan otoritas Militer untuk mengatasi tuntutan persyaratan secara ilmiah yang mungkin belum bisa dipenuhi.

Karena itu dengan memiliki kesamaan semangat dan keinginan melindungi bangsa dan negara Indonesia dari terpaan pandemi Covid-19, dan mungkin penyakit-penyakit lainnya, maka sangat baik tentunya, jika semua komponen bangsa dan lembaga negara berkolaborasi bukan saling menegasi, sesuai peran dan fungsinya.

Bukankah kita semua sudah tahu, bahwa dengan bersatu kita akan menjadi kuat. Untuk itu sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengutip pesan dan pernyataan Bung Karno “Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, Entah bagaimana rupanya persatuan itu, Akan tetapi kapal yang membawa kita ke Indonesia Merdeka itulah Kapal Persatuan adanya”. Salam Indonesia Raya.

 

Penulis adalah Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

70  +    =  73