Opini

Sebab Akibat Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Bank Lain

Oleh: Rudi Andries*

Channel9.id-Jakarta. Silicon Valley Bank (SVB) banyak memegang obligasi Treasury yang diperoleh ketika suku bunga rendah. Aset ini termasuk kualitas tertinggi untuk risiko gagal bayar peminjam – karena yang mengeluarkan adalah pemerintah AS – risiko gagal bayar hampir tidak ada.

Terlena, SVB tidak melindungi diri dari risiko pembalikan kondisi pasar, terkait dengan kenaikan suku bunga. Ingat harga obligasi dan suku bunga bergerak terbalik satu sama lain.

Masalahnya, SVB tidak mengantisipasi kenaikan suku bunga. Ketika Fed mulai menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi, portofolio obligasi bank kehilangan nilainya.

Kemerosotan nilai tersebut menyebabkan SVB mengalami kerugian $1,8 miliar ketika menjual beberapa obligasinya untuk memenuhi permintaan penarikan dana nasabah.

Nasabah tiba-tiba merasa sulit untuk meminjam, karena pinjaman menjadi mahal ketika suku bunga naik. SVB terdesak memenuhi kewajiban mengumpulkan tambahan modal $2,25 miliar. Keadaan ini menyebabkan rush sehingga memaksa regulator untuk menutup SVB pada 10 Maret kemarin.

Sejak itu, investor dan deposan khawatir masalah SVB akan menular ke bank regional lain dengan profil serupa. Langkah-langkah darurat yang diumumkan regulator sejauh ini gagal memulihkan ketenangan.

The Fed akan mengumumkan kebijakan baru untuk mengurangi kekhawatiran akan kebakaran besar dalam sistem keuangan pada tanggal 22 Maret dimana pilihannya antara memerangi inflasi atau meneruskan langkah menaikkan suku bunga lebih lanjut.

Seiring investor menunggu hasil rapat FOMC bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), soal suku bunga dan lanjutan penanganan krisis perbankan baru-baru ini, bursa saham di kawasan Asia Pasifik cenderung ditutup menguat pada perdagangan Rabu (22/3/2023).

Hasil pertemuan (FOMC) The Fed selama 21-22 Maret 2023 menghasilkan penetapan target suku bunga acuan sebanyak 0,25 persen ke kisaran 4,75 persen-5 persen, atau level tertinggi sejak Oktober 2007. Kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), atau kenaikan kesembilan sejak 17 Maret 2022.

Saat menutup konferensi pers 22 Maret kemarin, ketua The Fed Jerome Powell menegaskan kembali pilihan sulit kenaikan suku bunga hari ini sambil menandakan beberapa ketidakpastian yang cukup besar tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Perihal krisis bank-bank global saat ini, Powell hanya mengatakan bahwa Fed harus menunggu dan melihat seberapa kuat pukulan yang akan terjadi saat ini. Powell memberi isyarat bahwa para pejabat masih sangat fokus untuk memerangi inflasi, sambil mengawasi seberapa banyak kegagalan akibat kondisi kredit mengetat dengan cepat karena bank-bank membatasi aktivitas pinjaman.

Pasca pengumuman The Fed, saham-saham di bursa Wall Street nyungsep, diikuti bursa saham Asia Pasifik merosot pada perdagangan saham Kamis, (23/3/2023).

Sementara indeks dollar jatuh ke level terendah lebih dari satu minggu di 101,677 terhadap sejumlah mata uang, merosot untuk kesembilan kalinya dalam 10 sesi dan jatuh lebih dari 3% dalam prosesnya.

Baca juga: Credit Suisse Kian Kritis, Bank Saudi Tolak Beri Bantuan 

Emas merupakan komoditas yang perdagangannya berlawanan dengan dollar. Grafik teknikal menunjukkan bahwa emas mungkin diposisikan untuk kembali ke level $2.000 jika momentum saat ini bertahan.

Nah, bagi kaum berduit cermat lah membaca keadaan dalam menginvestasikan dananya.

*Peneliti LAPEKSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

21  +    =  29